KONTEKS.CO.ID – Perkara pembayaran royalti lagu di industri musik Indonesia membuat perdebatan sengit di kalangan musisi Tanah Air.
Polemik ini ikut menyeret pelaku usaha ikutan merasa cemas dan bertanya-tanya tentang hak dan kewajibannya terkait pembayaran royalti musik di gerai-gerai usahanya.
Seiring memanasnya persoalan ini, muncul tudingan masalah ini tak bakal tuntas tanpa keterbukaan data dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Selain itu, aturan yang tumpang tindih juga perlu direvisi.
Berdasarkan data yang ada, kisruh royalti mencuat ke permukaan setelah kasus lagu "Bilang Saja" ciptaan Ari Bias yang dipopulerkan Agnez Mo disoal oleh pemilik tembang.
Piyu pun sebagai Ketua Umum Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) angkat bicara. Ia pernah mengutarakan dukungan terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan denda sebesar Rp1,5 miliar kepada sang penyanyi.
Tepatnya, pada Maret 2025, sebanyak 29 musisi mengajukan gugatan uji materiil terhadap Undang-Undang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam debat terbuka dengan AKSI dan perwakilan musisi di Jakarta, pada Kamis 10 April 2025 lalu, Ahmad Dhani pernah mengutarakan adanya kerancuan dalam aturan royalti musik.
"Selama 10 tahun dalam industri musik ini, ada kerancuan dalam undang-undang itu, yaitu pasal 23," sebut pentolam Dewa19 itu.
Ari Lasso pun mempertanyakan pengelolaan royalti yang dilakukan Wahana Musik Indonesia.
“Banyak 'permainan' atau kecerobohan (WAMI) yang cukup layak rasanya untuk diperiksa lembaga negara, dalam hal ini mungkin BPK, KPK, atau Bareskrim. Bukan untuk menghukum tapi menjadikan @wami.id sebagai sebuah lembaga yang kredibel,” tulis Ari Lasso dalam unggahan di Instagram pribadinya @ari_lasso, pada Senin 11 Agustus 2025.