Ia menjelaskan bahwa banyak gagasan kreatifnya lahir dari kegelisahan terhadap isu sosial, ketidakadilan, hingga persoalan ekologis. Semua itu kemudian ia bungkus lewat genre yang lebih akrab bagi penonton luas.
“Melalui cerita-cerita yang dibungkus dalam horor, thriller, atau komedi, saya berusaha membicarakan hal-hal yang sering kali sulit dibicarakan secara langsung,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pilihannya untuk bermain di ranah genre bukan hanya soal hiburan, tetapi juga strategi agar pesan-pesan sensitif bisa menjangkau audiens yang lebih besar.
Karya-karya Joko selama ini memang dikenal memadukan ketegangan, kritik sosial, dan sentuhan emosional yang khas.
Formatnya bisa berbeda-beda, tetapi percakapan yang ingin ia bangun selalu konsisten yaitu tentang manusia, kekuasaan, dan lingkungan tempat mereka hidup.
Penghargaan ini datang di saat yang bersamaan dengan persiapan rilis film terbarunya, Ghost in the Cell, yang dijadwalkan tayang pada 2026.
Film ke-12 dalam kariernya ini menggunakan latar penjara sebagai metafora besar, memadukan horor, komedi, serta isu kerusakan lingkungan dan tanggung jawab moral.
“Ghost in the Cell adalah bagian dari percakapan yang sama yang selama ini ingin saya bangun lewat film-film saya,” lanjut Joko.
“Menggunakan genre untuk menghibur, tetapi juga untuk mengajak penonton berpikir tentang dunia tempat kita hidup.”
Dengan pencapaian ini, posisi Joko Anwar di panggung sinema internasional kian menguat dan publik kini menanti bagaimana ia kembali menavigasi bahasa genre dalam karya terbarunya.***
Artikel Terkait
Deretan Film dan Serial Baru Prime Video Agustus 2025: Ada Aksi Joko Anwar hingga Komedi Eddie Murphy
'Film Legenda Kelam Malin Kundang' Siap Tayang, Drama Misteri Garapan Sutradara Kondang Joko Anwar
Selebriti Turun ke Jalan: Denny Sumargo, Lucinta Luna hingga Joko Anwar, Marah karena Nurani Tersakiti
Joko Anwar Rilis Trailer 'Legenda Kelam Malin Kundang': Dongeng Anak Durhaka Disulap Jadi Thriller Mencekam