KONTEKS.CO.ID - Bank Indonesia (BI) semakin agresif dalam mendorong penyaluran kredit perbankan ke sektor riil.
Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah menaikkan batas maksimal Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dari 4% menjadi 5% dari dana pihak ketiga (DPK).
Dengan kebijakan ini, bank yang memenuhi ketentuan KLM akan mendapatkan pengurangan giro wajib minimum (GWM) lebih besar, sehingga memiliki tambahan likuiditas untuk ekspansi kredit.
Baca Juga: Eng Hian Soal Indonesia di Piala Sudirman 2025: Sebut Pemain Muda dan Target yang Realistis
"Kita tingkatkan kebijakan insentif likuiditas yang tadinya 4% dari DPK menjadi 5% dari DPK," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam paparan Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu 19 Februari 2025.
Dampak Langsung ke Sektor Riil
BI memperkuat sinergi dengan program pemerintah untuk meningkatkan permintaan kredit perbankan, khususnya pada program pembangunan tiga juta rumah dan sektor pertanian.
"Selama ini FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dananya dari APBN, tapi untuk dorong lebih lanjut, kita coba bagaimana dananya dari KLM," kata Perry.
Baca Juga: HyperOS, Generasi Penerus MIUI dengan Fitur Lebih Baik
Pemilihan sektor perumahan dan pertanian bukan tanpa alasan. Kedua sektor ini menyerap banyak tenaga kerja, yang pada akhirnya diharapkan meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat.
Kucuran Likuiditas Rp295 Triliun
Hingga pekan kedua Februari 2025, BI telah menggelontorkan tambahan likuiditas sebesar Rp 295 triliun melalui skema KLM.
Dana ini mayoritas diserap oleh bank umum swasta nasional (BUSN) sebesar Rp131,9 triliun, disusul bank BUMN Rp129,2 triliun, BPD Rp28,7 triliun, dan kantor cabang bank asing Rp4,9 triliun.
Insentif KLM disalurkan ke bank yang menyalurkan kredit ke sektor strategis yang mendorong pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, seperti:
- Pertanian, perdagangan, dan manufaktur
- Transportasi, pergudangan, dan pariwisata
- Ekonomi kreatif, konstruksi, dan real estat
- Perumahan rakyat, UMKM, ultra mikro, serta sektor hijau
Kebijakan ini sejalan dengan ambisi pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi 8% dalam beberapa tahun ke depan.