KONTEKS.CO.ID – Perilaku agresif lembaga keuangan non-bank (Non-Bank Financial Intermediaries/NBFIs) membuat was-was Bank Indonesia atau BI.
BI kini menghidupkan alarm kewaspadaan atas kerentanan pasar keuangan global akibat perilaku agresif NBFIs. Pola yang ada mengingatkan otoritas bank sentral Indonesia itu terhadap gerakan pemicu krisis finansial global pada 2008.
Melalui dokumen laporan Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional (PEKKI) Edisi 2025, BI telah mengungkap lima risiko utama yang menghantui prospek ekonomi global ke depannnya.
Baca Juga: Puluhan Narapidana Risiko Tinggi Kelas I Cirebon Dipindahkan ke Nusakambangan
Di antara fokus utamanya adalah kerentanan pasar keuangan akibat ulah institusi nonbank. BI mengungkap bagaimana NBFIs kini kia berani menggunakan utang pemerintah negara maju sebagai aset dasar (underlying) guna menciptakan produk derivatif yang kompleks.
Persoalannya, praktik berisiko tinggi ini berlangsung tanpa pengaturan margin dan permodalan yang memadai.
"Jika terjadi pembalikan pasar, potensi penjualan besar-besaran bisa memicu krisis sistemik seperti 2008," kata BI melalui laporannya, melansir Kamis 11 Desember 2025.
Baca Juga: Puluhan Narapidana Risiko Tinggi Kelas I Cirebon Dipindahkan ke Nusakambangan
Alarm BI ini bukan tanpa rujukan. Berdasarkan catatan mereka, risiko dari NBFIs itu diperparah kondisi utang publik global yang telah mencapai level 'lampu merah'.
Data memperlihatkan total utang pemerintah dunia sudah mencapai USD110,9 triliun atau setara dengan 94,6% dari PDB global.
Lonjakan utang yang umumnya milik negara maju ini menjadi bahan bakar bagi volatilitas suku bunga global, yang pada akhirnya memperberat beban negara berkembang.
Selain bayang-bayang krisis 2008 dari sektor NBFIs, BI juga memperingatkan soal risiko dari aset digital yang masih minim regulasi.
Baca Juga: Kena OTT KPK, Harta Ardito Wijaya Rp12,8 Miliar: Dari Aset Properti hingga Deretan Kendaraan Mewah
Ramainya aset kripto, stablecoin, dan tokenisasi aset oleh pihak swasta dianggap mendorong volatilitas pasar keuangan global secara signifikan.