KONTEKS.CO.ID – Belum lama ini viral di media sosial tentang utang Pemerintah Indonesia yang hampir tembus Rp10.000 triliun.
Meski terdengar menggunung, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, utang adalah instrumen penting dalam pembiayaan anggaran. Terutama ketika belanja negara lebih besar dari pendapatan.
Menurut Wamenkeu, defisit anggaran bukanlah tanda kondisi fiskal yang tidak sehat. Dengan catatan, selama pengelolaan utang dilakukan secara hati-hati, produktif, dan berkelanjutan.
Baca Juga: Real Madrid Dituding Diuntungkan Wasit, Hansi Flick Pilih Diam Menjelang El Clasico!
“Mengapa ada defisit? Karena belanja lebih besar dari pendapatan. Tapi itu aman atau nggak? Aman, selama utangnya dikelola dengan rapi, produktif, dia sustainable, diperhatikan, bagaimana pasar utangnya, bagaimana pasar SBN-nya, bagaimana instrumen SBN-nya mendapatkan confidence dari para investor atau tidak,” beber Suahasil saat menjadi pembicara di salah satu televisi nasional, Selasa 21 Oktober 2025.
Ia menjelaskan, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) saat ini berada di kisaran 39–40%, jauh di bawah batas maksimum 60% yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara.
Pemerintah memastikan pengelolaan utang dilakukan secara kredibel untuk menjaga kepercayaan pasar. “Ruang itu ada. Tapi kalau ruang ada kan bukan berarti terus kita menuju sana aja. Nggak juga. Ini adalah pengelolaan yang sangat hati-hati dilakukan oleh negara,” tegasnya.
Baca Juga: Kolom Komentar Medsos Ditutup, Komunikasi Lender dengan Dana Syariah Indonesia Tersumbat
Menurut dia, kunci menjaga stabilitas utang negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang kuat. Ditambah pengelolaan instrumen utang yang baik.
Tren penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN) juga menjadi sinyal positif. Yield seri benchmark 10 tahun sempat berada di bawah 6%, mencerminkan meningkatnya kepercayaan investor terhadap pengelolaan fiskal Indonesia.
Pemerintah juga menargetkan defisit anggaran tahun 2025 tetap terkendali di level 2,78% terhadap PDB. Proyeksi ini mencerminkan upaya menjaga kredibilitas fiskal dengan tetap memperkuat belanja negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. ***