KONTEKS.CO.ID – Rupiah kembali melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), membuka perdagangan dengan nilai tukar mencapai Rp 16.235 per dolar AS.
Hal ini terjadi meskipun beberapa sentimen positif dari dalam negeri seperti sengketa pilpres 2024 yang telah berakhir dan neraca dagang surplus, namun belum mampu mengatasi ketidakpastian eksternal seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang masih menghantui.
Data dari Refinitiv menunjukkan bahwa pada pembukaan pasar hari ini, Selasa 23 April 2024, rupiah mengalami pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar 0,03% dibandingkan sebelumnya.
Mata uang Garuda atau rupiah ini kembali berada di level terendahnya dalam empat tahun terakhir.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada saat yang sama juga terpantau melemah sebesar 0,02% menjadi 106,09.
Meskipun mengalami penurunan, DXY masih berada dalam posisi yang cukup kuat, yang membuat rupiah terus tertekan.
Beberapa tekanan dari luar negeri masih berdampak pada nilai tukar rupiah, terutama dari AS yang akan segera merilis data Purchasing Managers’ Index (PMI).
Data ini diperkirakan akan menunjukkan kenaikan baik pada sektor komposit, manufaktur, maupun jasa, masing-masing menjadi 52,5, 52, dan 51,8.
Jika prediksi ini benar, maka dapat disimpulkan bahwa ekonomi AS masih cukup kuat, yang berarti ekspektasi pemangkasan suku bunga masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.
Di sisi lain, sentimen positif dari dalam negeri seperti neraca dagang surplus dan berakhirnya sengketa pilpres 2024 tampaknya masih belum cukup kuat untuk menahan tekanan terhadap rupiah yang berasal dari ketidakpastian eksternal.
Hari ini juga menandai dimulainya Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Diharapkan bahwa pengumuman hasil RDG besok, Rabu 24 April 2024, dapat memberikan dampak positif bagi rupiah dengan sejumlah intervensi yang disiapkan oleh bank sentral RI.
Meskipun demikian, kondisi eksternal seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang masih dipenuhi dengan ketidakpastian membutuhkan langkah-langkah yang cermat dari pihak otoritas keuangan dalam menjaga stabilitas mata uang domestik.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"