KONTEKS.CO.ID –Â Upaya Bank Indonesia (BI) untuk mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah gagal, yang berpotensi meningkatkan angka kemiskinan dan menurunkan daya beli masyarakat.
Langkah-langkah BI, termasuk peningkatan suku bunga acuan hingga 6,25 persen, tidak mampu menahan penguatan dolar AS terhadap rupiah.
Akibat nilai tukar rupiah yang masih lemah melawan dolar AS, masyarakat dihadapkan pada konsekuensi yang serius terhadap kondisi ekonomi mereka.
Menurut Anthony Budiawan dari Political Economy and Policy Studies (PEPS), penguatan dolar AS tersebut akan memperberat beban ekonomi masyarakat.
“Ketika rupiah merosot bahkan menjadi Rp17.000 per dolar AS, dampaknya ke mana-mana. Punya konsekuensi serius terhadap APBN dan ekonomi. Khususnya kehidupan rakyat semakin berat. Kemiskinan bisa naik,” papar Anthony, Jakarta, Rabu 1 Mei 2024.
Turunnya nilai tukar rupiah, yang mencapai titik terendah Rp17.000 per dolar AS, berdampak pada beberapa aspek penting.
Pertama, hal ini diperkirakan akan meningkatkan beban bunga dan utang luar negeri pemerintah, yang diprediksi akan melebihi perkiraan yang telah disusun dalam APBN 2024, bahkan mungkin mencapai lebih dari Rp15 triliun.
Kedua, kenaikan nilai dolar AS juga berpotensi meningkatkan beban subsidi, terutama untuk bahan bakar minyak, listrik, gas elpiji, dan pupuk. Hal ini dapat memberikan tekanan lebih lanjut pada anggaran pemerintah.
Selanjutnya, penguatan dolar AS membuat utang luar negeri pemerintah dan BI semakin membengkak.
Hal ini berdampak pada meningkatnya utang luar negeri yang harus terbayar, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kestabilan ekonomi negara.
Selain itu, penurunan nilai tukar rupiah juga berpotensi menyebabkan inflasi dan penurunan daya beli masyarakat. Kenaikan harga barang-barang konsumen dapat membuat biaya hidup semakin meningkat, sementara daya beli masyarakat menurun.
“Dampaknya, kalau intervensi Bank Indonesia tidak berhasil mengangkat kurs rupiah menguat, maka masyarakat harus siaga menghadapi suku bunga yang lebih tinggi, dan tentu saja menekan perekonomian nasional,” jelas Anthony.
Dalam konteks ini, BI harus meninjau ulang kebijakan moneter dan fiskalnya untuk mengatasi krisis nilai tukar yang terjadi.
Langkah-langkah lebih lanjut perlu menjadi perhatian untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi kesejahteraan masyarakat dari dampak negatif yang lebih lanjut.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"