• Senin, 22 Desember 2025

Duh, Goldman Sachs Prediksi Rupiah Jadi Mata Uang Terlemah di Asia

Photo Author
- Sabtu, 1 Maret 2025 | 02:00 WIB
Rupiah beradap di level Rp16.207 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Senin, 22 April 2024 pagi. (Foto: Canva)
Rupiah beradap di level Rp16.207 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Senin, 22 April 2024 pagi. (Foto: Canva)

KONTEKS.CO.ID – Bank investasi global Goldman Sachs memprediksi bahwa rupiah akan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia dalam waktu dekat.

Prediksi ini didasarkan pada faktor eksternal seperti kebijakan tarif AS dan arus keluar modal asing yang terus berlangsung.

Analis Goldman Sachs, Rina Jio, dalam riset yang dirilis Jumat 28 Februari 2025, mengatakan bahwa sentimen negatif terhadap kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, ditambah dengan terus berlanjutnya arus modal asing yang keluar dari Indonesia, akan menjadi faktor utama yang menekan kinerja rupiah.

Baca Juga: Bermain Alot 3 Gim, Rehan dan Gloria Kalahkan Pasangan China: Melesat ke Semifinal German Open 2025

"Rupiah merupakan mata uang paling volatil di kawasan Asia dengan perbedaan suku bunga yang tinggi terhadap dolar AS," kata Rina, dikutip dari Bloomberg, Jumat 27 Februari 2025.

Menurut Rina, pasar saat ini belum sepenuhnya memperhitungkan risiko dari kebijakan tarif AS. Bahkan, dolar AS diperkirakan akan semakin menguat ketika tarif terhadap China, Uni Eropa, dan barang impor penting lainnya mulai diterapkan.

Selain itu, tekanan musiman yang datang pada Maret dan April, ketika musim pembagian dividen tiba, juga akan meningkatkan permintaan terhadap dolar AS di Indonesia, yang semakin memperlemah rupiah.

Baca Juga: Kilas Balik Masa Jaya Sritex Raksasa Tekstil RI yang Mendunia, Sekarang Tutup dan PHK Ribuan Karyawan

"Faktor eksternal akan lebih dominan dalam menentukan pergerakan rupiah," ujar Rina Jio.

Goldman Sachs juga memperkirakan bahwa dalam jangka pendek, surat utang tenor pendek akan mengalami peningkatan performa, seiring dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan BI pada Maret untuk mendukung pertumbuhan domestik yang melambat.

Sementara itu, harga surat utang tenor panjang diperkirakan akan tertekan akibat meningkatnya risiko fiskal dan bertambahnya suplai surat utang di pasar. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Stok Aman, Pemerintah Putuskan Stop Impor Beras 2026

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:45 WIB
X