KONTEKS.CO.ID – Di balik gerbang yang merenggut begitu banyak nyawa, Stadion Kanjuruhan melekat di memori banyak orang dengan peristiwa yang mengerikan.
Sepatu-sepatu berjejer. Milik para suporter yang meninggalkan kita dalam duka mendalam.
Sepatu-sepatu tersebut diletakkan di samping pagar besi bengkok berwarna biru yang ditarik dari dudukan betonnya. Alas alas kaki bermerek Adidas, aneka sandal jepit, Croc merah anak anak — seolah menjadi saksi saat-saat terakhir yang menakutkan, rasa sakit yang tak terlukiskan dan, bagi banyak orang, tidak ada jalan keluar saat itu. Semua buntu.
“Buka, buka, buka. Bawa anak kecil, bawa anak kecil,” teriakan panik ini terdengar pada 1 Oktober di tangga yang penuh sesak saat keputusasaan melanda. Beberapa dibawa ke tempat yang aman. Tetapi banyak yang tidak beruntung dan menjadi korban bencana stadion terburuk kedua sepanjang sejarah dunia, yang merenggut nyawa lebih dari 130 orang. Ini benar benar terjadi.
“Yang benar-benar mencintai sepak bola adalah anak saya Virdy,” kata Elmiati kepada The Athletic yang duduk di rumahnya di Malang. “Saya hanya pernah ke tiga pertandingan dan saya telah menonton pertandingan dengan anak saya. Dia menyukai keramaian dan juga menari, seperti yang dia lakukan di video itu ketika dia berdiri… Saya sangat senang saya mendapat kesempatan untuk mendapatkan video itu.”
Diangkat tinggi-tinggi di bahu ayahnya, Rudi Hariyanto, Virdy Prayoga yang berusia tiga tahun mengangkat selendang Arema dan tersenyum saat penonton bernyanyi menjelang pertandingan. Ini adalah gambaran dari suguhan, sebelum teror gas air mata terjadi.
“Yang kami khawatirkan sebelum pertandingan adalah pencopet, tapi itu normal,” kata Elmiati, yang putri sulungnya tinggal di rumah. “Karena tidak akan ada suporter Persebaya Surabaya (saingan berat Arema), kami tidak berpikir itu akan menjadi huru-hara, makanya kami menantikan untuk nonton bareng. Namun saat pertandingan usai, suporter masuk ke lapangan, dan kemudian datanglah tragedi, apalagi setelah gas air mata ditembakkan ke mana-mana.”
Baca juga:
Anak-anak yang Nonton Pertandingan Bola dan Tidak Pernah Pulang Lagi (1)
Pergi ke Kanjuruhan Kondisi Sehat, Pulang Tanpa Kehidupan (2)
Adegan Pembantaian Keluarga di Stadion Kanjuruhan (3)
Mereka Korban Kanjuruhan yang Tak Masuk Catatan Resmi (4)
Malam Damai di Kanjuruhan Jadi Malam Berdarah (5)
Teror Gas Air Mata di Kanjuruhan (6)
Bukan Gas Air Mata, tapi Pintu Tertutup yang akan Jadi Kambing Hitam (7)
Artikel ini dialih bahasa dari The Athletic dan diselaraskan oleh tim konteks.co.id.
(bersambung)
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"