Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara mencapai Rp5,04 miliar. Penyidik menyebut bahwa Yuki memanfaatkan posisinya sebagai "pendamping teknis" BLUD untuk menarik dana dari setiap puskesmas dengan alasan jasa konsultasi.
"Modusnya memanfaatkan jabatan sebagai koordinator pendamping BLUD. Rincian peran dan alur uang akan dibuka saat persidangan," lanjut Endang.
Baca Juga: Gagal Tembus Semifinal AFF U-23 2025, Pelatih Malaysia Bangga Bisa Repotkan Indonesia
Yuki dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman maksimal mencapai 20 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
Selama proses penyidikan yang berlangsung sejak November 2023, kejaksaan telah memeriksa lebih dari 130 saksi, termasuk kepala puskesmas, pejabat Dinkes, dan sejumlah staf teknis. Selain itu, penyidik juga melacak aset-aset milik Yuki, baik berupa properti maupun rekening bank yang kini telah diblokir.
Kejari memastikan seluruh berkas telah dinyatakan lengkap dan dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya untuk proses persidangan.
"Kami sudah telusuri harta dan aset tersangka, namun belum ada itikad baik untuk mengembalikan kerugian negara,” ungkap Kajari.
Baca Juga: Awas Tertipu! Ini Cara Saring Gambar AI di Mesin Pencari
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Universitas Brawijaya terkait status Yuki sebagai dosen aktif. ***
Artikel Terkait
Mahasiswa Universitas Brawijaya Nilai Erick Thohir Tak Layak Dapat Gelar Doktor Honoris Causa
Kampus Bergerak! Civitas Akademika Universitas Brawijaya Akan Nyatakan Sikap Pemilu 2024