Sementara Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia, Ignatius Indro mengingatkan untuk tidak menjadikan suporter sebagai obyek, termasuk dalam masalah penegakan hukum. Sehingga 135 jiwa yang hilang dalam tragedi Kanjuruhan jangan menjadi hal yang sia-sia.
"Harus ada investigasi kembali yang lebih komperhensif untuk kasus ini, siapa orang-orang yang benar-benar bertanggung jawab harus dibawa ke pengadilan, mulai dari pihak PSSI, kepolisian hingga suporter yang dianggap bersalah,” ulas Ignatius Indro.
“Setelah itu buat aturan turunan dari undang-undang keolahragaan yang memaksa seluruh stake holder melakukan edukasi terhadap suporter hingga ke akar rumput maupun panitia pelaksana pertandingan agar adanya jaminan keamanan dan kenyamanan menonton sebuah pertandingan," ujar Indro lagi.
Adapun Wakil Rektor II UTA'45 Jakarta, Brian Matthew menekankan pada masalah edukasi terhadap suporter hingga ke akar rumput yang harus dilakukan seluruh pemangku kepentingan termasuk para akademisi.
"Sebagai akademisi, saya mengajak para akademisi untuk bersama-sama meneliti dan mengimplementasikan hasilnya untuk bagaimana melakukan edukasi yang bisa mencakup seluruh suporter hingga ke akar rumput. Sehingga para suporter tidak menjawab masalah rivalitas dengan kekerasan dan lebih menjunjung tinggi kemanusiaan," ungkap Brian.
Ditambahkan Profesor Thomas Horky, peneliti dari Macromedia University, Jerman, yang berbicara secara konseptual kajian akademis mengenai suporter sepak bola.
Menurut Thomas Horky, suporter sepak bola memiliki perkembangan dan terimplikasi dari komersialisasi, globalisasi, mediatisasi.
"Implikasi dari mediatisasi yang paling krusial dalam perkembangan suporter bola adalah digitalisasi karena kecepatan informasi,” tutur Thomas Horky.
Untuk itu thomas menyimpulkan bahwa Pusat Studi Komunikasi Olahraga Bung Karno perlu untuk memberikan workshop dan literasi kepada jurnalis olahraga utamanya pemberitaan suporter.
Terakhir, Dr. Rama Kertamukti dari Study Center of Digital Creative Movements UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menyatakan bahwa suporter sepak bola dilihat dari sisi brand, memiliki banyak kelemahan dalam representasi pemberitaan, karena pembicaraan tentang suporter sepak bola sebagai ruang yang banyak diskursus.***