KONTEKS.CO.ID - Presiden Prabowo Subianto mengumumkan capaian besar dalam setahun pemerintahannya bersama Gibran Rakabuming Raka.
Dalam Sidang Kabinet Paripurna memperingati satu tahun pemerintahan di Istana Negara, Senin 20 Oktober 2025, Prabowo menyebut negara berhasil menguasai kembali 4 juta hektare lahan kelapa sawit ilegal.
Menurut Prabowo, penguasaan kembali lahan yang melanggar hukum itu menjadi langkah penting untuk menjaga aset negara. “Lebih dari 4 juta hektare kebun kelapa sawit yang melanggar undang-undang sudah berhasil kita ambil alih,” ujarnya.
Baca Juga: Film Indonesia Ini Bikin Geger! Borong Nominasi Bergengsi di Festival Film Indonesia 2025
Prabowo Klaim Selamatkan Potensi Kerugian Sawit Rp100 Triliun
Selain penguasaan lahan sawit, Prabowo menegaskan bahwa aparat penegak hukum telah menyelamatkan potensi kerugian negara mencapai Rp100 triliun dalam satu tahun terakhir.
Penindakan tidak hanya difokuskan pada perkebunan, tetapi juga pada praktik tambang ilegal di berbagai daerah.
Ia mencontohkan operasi di Bangka Belitung, di mana prajurit TNI Angkatan Laut berhasil menggagalkan penyelundupan hasil tambang timah. “Sampan pun tidak bisa keluar membawa hasil selundupan,” tegasnya.
Peran Satgas PKH dan Agrinas Palma Nusantara
Berdasarkan data Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), hingga 1 Oktober 2025 pemerintah telah menguasai kembali 3,4 juta hektare lahan sawit ilegal.
Dari jumlah itu, sekitar 1,5 juta hektare lahan sudah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) untuk dikelola secara produktif.
Langkah ini diharapkan dapat mengubah lahan bermasalah menjadi aset yang memberi nilai tambah bagi negara. Dengan pengelolaan profesional oleh BUMN, hasilnya dapat mendukung kemandirian ekonomi nasional.
Baca Juga: Yamaha Diam-diam Siapkan Motor Sport Fairing 200 cc, Calon Penantang Baru di Kelas Menengah!
Selain sektor perkebunan, Satgas PKH juga menindak tegas praktik pertambangan ilegal. Hingga awal Oktober 2025, sekitar 5.209 hektare lahan tambang ilegal telah berhasil dikuasai kembali negara.
Lahan-lahan tersebut tersebar di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara, serta melibatkan 39 perusahaan swasta yang beroperasi tanpa izin resmi penggunaan kawasan hutan.