KONTEKS.CO.ID - Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, melayangkan kritik keras terhadap kebijakan Dirjen Migas Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, yang dinilai memaksa operator SPBU swasta membeli bahan bakar dasar (base fuel) impor dari PT Pertamina Patra Niaga.
Menurut Uchok, langkah tersebut menunjukkan bahwa Kementerian ESDM tidak lagi berperan sebagai mediator yang netral, melainkan seolah berpihak pada Pertamina.
“Pemaksaan Laode Sulaeman terhadap SPBU swasta agar membeli BBM itu kebijakan putus asa untuk menutupi rasa malu Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia,” ujar Uchok dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, 5 Oktober 2025.
Baca Juga: Jokowi dan Prabowo Bertemu, Kata Luhut Jadi Pertemuan Pemimpin Guyub
Ia bahkan menilai kebijakan itu membuat Kementerian ESDM tampak seperti “calo” bagi kepentingan direksi Pertamina.
“Sangat disayangkan, posisi Kementerian ESDM sekarang bukan lagi penengah, tapi terlihat seperti perpanjangan tangan Dirut Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, agar BBM impor Pertamina cepat laku di pasar,” katanya.
Uchok menambahkan, apabila pemerintah ingin produk BBM impor Pertamina diminati, seharusnya fokus pada peningkatan mutu, bukan menggunakan cara-cara pemaksaan birokratis.
“Kalau mau laku, jangan paksa SPBU swasta membeli. Lebih baik paksa Dirut Pertamina memperbaiki mutu BBM, termasuk menghilangkan kandungan etanol 3,5 persen yang banyak dikeluhkan,” katanya.
Baca Juga: Penumpang KRL Berjubel di Stasiun Juanda, Petugas KAI Terapkan Buka Tutup
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa tindakan Laode Sulaeman bisa berdampak negatif pada persepsi dunia usaha maupun investor terhadap pemerintah.
“Pak Laode jangan main paksa-paksa, itu tidak baik untuk iklim bisnis. Kebijakan semacam ini hanya akan merusak citra Pemerintah Prabowo di dunia usaha,” ujarnya.
Uchok juga meminta Menteri ESDM dan Dirut Pertamina melakukan introspeksi agar tidak menimbulkan kesan pemerintah berpihak pada kepentingan bisnis tertentu.
“Lebih baik Simon dan Bahlil memperbaiki tata kelola daripada membuat kebijakan yang justru jadi bumerang. Investor bisa ragu masuk ke Indonesia kalau semuanya terasa dipaksakan,” kata Uchok.***