Menurut Sasongkom ada sejumlah hal yang perlu dilakukan.
Pertama, memperkuat sistem perencanaan dan evaluasi pengembangan sumber daya manusia (pembinaan karier/binkar) di tubuh TNI.
"Dalam arti, mutasi dan promosi perwira tinggi harus melalui sistem yang terstruktur dan berbasis merit. Perlu ada standar dan indikator yang jelas, transparan, dan terdokumentasi," jelasnya.
Kedua, TNI menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam mengambil keputusan terkait setiap mutasi yang akan dilakukan.
Baca Juga: Scaling Gigi Bisa Gratis Lewat BPJS Kesehatan, Ini Syarat dan Prosedurnya!
Setiap kebijakan strategis yang menyangkut personel juga harus dikomunikasikan secara terbuka dan disertai penjelasan yang masuk akal kepada masyarakat, terutama untuk menghindari spekulasi politik atau nepotisme.
Ketiga, meningkatkan independensi TNI dari pihak lain untuk kepentingan politik tertentu.
TNI, lanjutnya, harus tetap berada dalam koridor profesionalisme militer, tidak menjadi alat kekuasaan ataupun tergoda oleh tarik-menarik kepentingan politik.
"Keputusan Panglima harus mencerminkan kepentingan organisasi, bukan personal atau kelompok tertentu," ucapnya.
Keempat, TNI harus membangun budaya institusi yang konsisten dan profesional di atas nilai konsistensi, integritas, dan kehormatan.
Baca Juga: Tips Ampuh Hemat Gas Saat Memasak: Bikin Dompet Aman, Masakan Tetap Lezat
Pun, setiap kebijakan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kultur organisasi TNI.
Kelima, memperkuat mekanisme koreksi internal. Jika terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan, ralat memang bisa menjadi langkah korektif, tetapi harus disertai evaluasi menyeluruh agar tidak terulang.
"TNI perlu memiliki unit evaluasi internal yang independen dan objektif," ucapnya.
Sebelumnya, dalam SKEP baru Panglima TNI Nomor Kep/554.a/IV/2025 tanggal 30 April 2025, tercatat nama tujuh pati batal dimutasi dan tetap di jabatannya, salah satunya Letjen Kunto Arief Wibowwo sebagai Pangkogabwilhan I.