KONTEKS.CO.ID – Netralitas aparat penegak hukum, terutama unsur Polri dan TNI, menjadi hal penting dalam proses pemilihan umum (pemilu) di Indonesia.
Aparat penegak hukum harus menjaga netralitasnya agar tidak tercampur dalam politik praktis dan tidak menjadi alat kekuasaan.
Namun, netralitas aparat penegak hukum menjadi buram akibat dugaan intimidasi dan tindakan represif aparat yang kerap mencuat dalam proses Pemilu 2024.
Munculnya kasus intimidasi seperti yang di alami Presiden BEM UI Melki Sedek Huang menunjukkan netralitas aparat keamanan pada pemilu 2024 merupakan sinyal suram.
Berdasarkan data Amnesty International Indonesia, sejak awal tahun 2023, setidaknya telah terjadi 78 kali serangan fisik terhadap pembela HAM, sehingga menyebabkan sedikitnya 226 orang menjadi korban.
Serangan ini meliputi intimidasi dan serangan fisik, pelaporan kepada polisi, percobaan pembunuhan, kriminalisasi, penangkapan, dan serangan terhadap lembaga pembela HAM.
Ketidaknetralan aparat penegak hukum dalam Pemilu dapat terjadi dalam bentuk langsung maupun tidak langsung.
Dalam bentuk tidak langsung, aparat dapat menggunakan kewenangannya untuk menangani berbagai persoalan atau kasus di masyarakat yang efeknya menguntungkan atau merugikan kandidat tertentu.
Intervensi Aparat dan Kerawanan Netralitas
Sementara itu, intimidasi APH terhadap keluarga Melki dan tindakan patroli ke kantor DPC PDIP Solo, juga merupakan bentuk penggunaan kekuasaan yang merugikan hak-hak konstitusional masyarakat sipil.
Mengantisipasi kejadian ini, pihak berwenang wajib menciptakan suasana yang kondusif untuk Pemilu 2024. Negara tidak boleh menjadi alat kekuasaan untuk mengancam dan membatasi kebebasan rakyat dalam proses Pemilu 2024.
Netralitas aparatur keamanan harus dijaga secara konsisten dan akuntabilitasnya harus ditingkatkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan intervensi kegiatan politik.
Pemerintah juga harus mengambil tindakan yang tegas terhadap pihak apapun yang memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dalam proses Pemilu 2024.
Setiap warga negara berhak untuk menyatakan pikiran tanpa takut ancaman dan hukuman.
Intimidasi aparat keamanan terhadap warga negara, terutama yang kritis atas kebijakan negara, merupakan ancaman serius atas demokrasi di Indonesia.
Oleh karena itu, orang-orang harus bekerja sama menjaga netralitas aparat keamanan dan tindakan represif harus di hindari.
Hal ini akan membuka ruang bagi terciptanya suasana yang kondusif sehingga negara diharapkan bisa menggelar Pemilu 2024 yang sukses dan meriah.
Menjaga netralitas aparat keamanan menjadi hal penting dalam proses Pemilu di Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya, aparat harus memperhatikan hak konstitusional masyarakat sipil.
Pihak berwenang harus juga mengantisipasi kemungkinan terjadinya tindakan intimidasi dan represif dalam proses Pemilu 2024.
Hal yang lebih penting, setiap pihak berhak untuk mengeksplorasi haknya dalam bermasyarakat dan bermufakat tanpa adanya rasa takut dan penindasan.
Karena demokrasi adalah hak siapa saja dan bukanlah untuk kepentingan segelintir orang saja.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"