KONTEKS.CO.ID – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan penetapan kuota impor garam telah dilakukan dengan transparan dan sesuai prosedur. Penetapan jumlah impor ini dilakukan dengan menghitung kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri.
Menurut Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, kebutuhan impor garam telah dihitung berdasarkan surat pengajuan dari asosiasi industri, survei bersama kementerian dan lembaga terkait.
“Artinya penetapan kebutuhan impor garam untuk industri sudah transparan, sesuai prosedur dan menggambarkan kebutuhan sektor industri manufaktur secara keseluruhan baik yang membutuhkan garam dari impor maupun dari lokal seperti sektor industri tekstil, penyamakan kulit dan lainnya,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, dalam keterangan pers pada Senin, 10 Oktober 2022. .
Ditambahkan oleh Febri, transparansi terkait hal ini dilakukan termasuk dalam penetapan kuota impor yang pembahasannya dilakukan lintas kementerian dan lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta koordinasi dengan Bareskrim Polri dan melakukan rapat terbatas dengan Wakil Presiden pada saat itu.
Hal ini dapat dipastikan dalam rekomendasi dari Kemenperin maupun Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan sebesar 3,16 juta ton pada 2018.
“Jadi di bawah angka kebutuhan 3,7 juta ton. Sedangkan, realisasi impor pada 2018 itu sebesar 2,84 juta ton,” ujarnya.
Ada Rekomendasi yang Diabaikan
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, menyatakan kalau penentuan kuota impor garam dianggap berlebihan. Selain itu, penetapan ini tidak memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional. Bahkan diduga ada unsur kesengajaan untuk mendapatkan keutungan pribadi.
Terkait hal ini, Kejaksaan Agung telah memintai keterangan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Dia mengungkap ada dugaan diabaikannya rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) soal kuota impor oleh Kementerian Perindustrian.
Saksi Susi menyampaikan, berdasarkan hasil kajian teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), saksi mengeluarkan kuota garam sebesar kurang lebih 1,8 juta ton.
Salah satu pertimbangan dalam pemberian dan pembatasan impor tersebut adalah menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal.
Namun ternyata rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tidak diindahkan oleh Kementerian Perindustrian RI yang justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 ton.
Hal itu berdampak terjadi kelebihan supply dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi yang menyebabkan nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok.
Bahwa pada tahun 2018, terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp2.054.310.721.560,- (Rp2 triliun lebih) tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah.
Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekenomian negara.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"