KONTEKS.CO.ID – Impotensi atau disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan pria untuk mendapatkan atau mempertahankan ereksi selama berhubungan seksual.
Banyak pria yang menganggap bahwa kondisi ini sebagai masalah pribadi yang tidak perlu orang lain ketahui.
Sehingga tidak jarang orang-orang yang mengalaminya sulit untuk mencari bantuan medis karena mereka menganggap itu adalah aib.
Padahal, impotensi ini adalah masalah yang dapat diobati dan bahkan disembuhkan.
Penyebab Impotensi
Gairah seksual pria melibatkan banyak faktor, termasuk otak, hormon, emosi, saraf, otot, dan pembuluh darah.
Impotensi dapat terjadi karena adanya masalah pada salah satu atau beberapa faktor tersebut.
Penyebab dari adanya difungsi ereksi pada pria bisa karena faktor fisik atau psikologis.
Penyebab fisik bisa berasal dari kondisi kesehatan seorang pria tersebut seperti penyakit jantung, aterosklerosis, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, obesitas, sindrom metabolik, penyakit Parkinson, multiple sclerosis, penggunaan obat tertentu, merokok, penyakit Peyronie, alkoholisme, dan gangguan tidur.
Cedera atau operasi di area panggul atau sumsum tulang belakang juga bisa menyebabkan impotensi.
Sementara itu, penyebab psikologis impotensi meliputi depresi, kecemasan, stres, masalah hubungan, atau kondisi kesehatan mental lainnya.
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya impotensi meliputi kondisi medis tertentu seperti cedera, obesitas dan penyakit jantung.
Bahkan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, konsumsi alkohol dan narkoba, serta kondisi psikologis seperti depresi, kecemasan, atau stres juga bisa berisiko.
Gejala impotensi bisa berbeda-beda pada setiap pria yang mengalaminya, namun gejala umum bisa Anda ketahui dengan mudah.
Seperti kesulitan dalam mencapai atau mempertahankan ereksi, ereksi yang tidak cukup keras atau tahan lama, atau hilangnya gairah seksual.
Jika seseorang mengalami gejala impotensi, maka langkah pertama yang harus mereka lakukan adalah berkonsultasi dengan dokter.
Para tenaga medis termasuk dokter nantinya akan memeriksa riwayat kesehatan pria tersebut dan melakukan pemeriksaan fisik.
Kalau perlu, dokter mungkin akan merekomendasikan pemeriksaan tambahan seperti tes darah, tes urin, atau tes penile doppler untuk mengevaluasi aliran darah di penis.
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin juga merujuk pasien ke spesialis untuk melakukan tes tambahan seperti tes hormon atau tes neurologis.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"