KONTEKS.CO.ID – Harum semerbak kopi menguar di seantero ruang Sunyi Coffee di pojok Jalan Barito, Jakarta Selatan. Selasa siang itu, 16 April 2024, seorang barista yang berada di balik mesin kopi tampak tengah mengolah pesanan. Sejumlah pengunjung yang sedang duduk di ruangan berpendingin udara terlihat berbincang satu sama lain di siang terik itu.
Kedai kopi itu bernama Sunyi Coffee. Sejak pertama kali beroperasi pada April 2019, Sunyi Coffee menjadi oase baru bagi pecinta kopi. Tak sekadar menjual cita rasa kopi, namun kedai kopi ini sejak awal ingin menjadi bagian dari perubahan sosial yang positif.
Sunyi Coffee punya cara unik membuat diferensiasi dengan kedia kopi lainnya. Kedai kopi ini memberdayakan para disabilitas – terutama tuna rungu, sebagai pekerja di kedai kopi itu.
Mario Pandapotan H Gultom, pendiri Sunyi Coffee, menjelaskan bahwa awalnya ia membuka kedai kopi di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Namun belum sampai setahun beroperasi, badai Covid-19 menghantam seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ini menyebabkan Sunyi Coffee memutuskan tutup.
Tetapi Mario tidak menyerah. Saat pandemi Covid-19 mulai membaik pada 2021, ia kembali menghidupkan Sunyi Coffee, kali ini ia memilih Bekasi sebagai lokasi baru kedai kopi tersebut.
“Terus kita buka cabang di Alam Sutera. Kita sempat juga buka cabang di Jogja, tapi sekarang udah tutup. Sekarang buka (cabang) lagi di Barito,” ujar Mario Gultom dalam percakapan dengan Konteks.
Konsep unik Sunyi Coffee ini berhasil ‘memaksa’ sejumlah tokoh penting pemerintahan dan kalangan influencer menyambangi Sunyi Coffee. Tak kurang dari Menteri BUMN Erick Thohir, Menkeu Sri Mulyani, dan beberapa menteri lainnya tercatat pernah mengunjungi tempat ini.
Hebatnya lagi, Sunyi Coffee mendapat apresiasi dari GoTo sebagai Mitra Juara GoTo 2023 kategori sustainability. Ini tidak terlepas dari komitmen mereka memberikan peluang pekerjaan kepada kaum disabilitas.
Belajar Bahasa Isyarat di Sunyi Coffee
Di Sunyi Coffee, pengunjung tidak hanya bisa memesan kopi, tetapi sekaligus belajar bahasa isyarat sederhana untuk berinteraksi dengan para pekerja di situ. Saat menuju meja kasir, ada standing banner yang isinya adalah kode komunikasi sederhana untuk memesan menu. Pun di dinding kasir ada pula petunjuk bahasa isyarat sederhana senada.
Bahkan di toilet Sunyi Coffee, terdapat papan akrilik berhuruf braille untuk menunjukkan perbedaan toilet pria dan perempuan. Ada pula huruf braille yang menunjukkan toilet khusus untuk pengguna kursi roda.
Tommy Wijayanto, salah satu pengunjung sunyi Coffee, mengaku senang dengan suasana di kafe ini. “Keren kafe ini karena jarang sih kafe yang khusus untuk penyandang disabilitas, jarang banget,.Aku juga suka kopi susunya,” tutur Tommy.
“Aku nyaman, aku udah beberapa kali kesini sih pelayanannya juga cukup baik keren. Selain itu, pada saat mengantarkan pesanan kita, dia (pelayan) tidak lupa mengucapkan terima kasih dengan bahasa isyarat,” imbuhnya.
Razif Syuhada, salah satu barista tuna rungu di kedai kopi ini membagikan bagaimana cara ia berkomunikasi dengan pengunjung.
“Komunikasi dengan bahasa isyarat atau tunjukkan di kertas atau ponsel agar gampang untuk baca tulisan,” ujarnya lewat bahasa isyarat.
Kali kedua Konteks mengunjungi Sunyi Coffee, ada pemandangan yang menarik. Satu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak sudah berada di dalam kedai. Saat tengah menikmati kopi, anak perempuan kecil keluarga itu mendatangi seorang pekerja dan mereka berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Rupanya, sebelumnya saat seorang waiter mendatangi meja keluarga tersebut, orang tua anak kecil tersebut mengatakan bahwa anak mereka ingin belajar bahasa isyarat. Sang waiter itu pun memanggil temannya yang berada di area kasir sehngga anak perempuan kecil itu mendatangi si karyawan untuk belajar bahasa isyarat.
Filosofi dan Misi Sosial Sunyi Coffee
Saat menjawab pernyataan tentang mengapa memilih nama Sunyi, Mario Gultom terlihat bersemangat. Ia menjelaskan, makna nama Sunyi bukan tentang keheningan fisik, melainkan keheningan hati. Di tengah dunia yang bising dan penuh rasa permusuhan, penting untuk menemukan kedamaian di dalam diri sendiri.
Dengan filosofi ini, Mario berharap pengunjung
dapat menemukan ketenangan di tempat itu. Pun, menghilangkan stigma terhadap masyarakat disabilitas.
“Bukan berarti di sini tidak boleh rame. Tetap saja ada yang berisik, tapi hati tenang dan rileks, jangan bising,” ujar Mario.
Meskipun pede dengan konsep bisnis dan misi sosialnya, bukan berarti Mario terbebas dari ketakutan bisnisnya bakal gulung tikar. Ketakutan akan penolakan akibat stigma masyarakat tentang kaum disabilitas menjadi tantangan awal bagi Mario dalam membangun kedai kopi.
Namun ternyata ketakutan tersebut tidak terbukti. Malah menjadi awal dan inovasi yang baik. “Tantangannya itu bukan sesuatu yang berbahaya, karena ternyata setiap manusia punya hati, tinggal diketuk pintu hatinya,” tutur Mario.
“Sampai sekarang tidak ada isu diskriminasi dari customer ke barista,” tambah Mario.
Tak Semata Berbisnis Kopi
Dalam sehari, Sunyi Coffee bisa menjual 100-200 gelas minuman di hari kerja. Penjualan ini dapat meningkat dua kali lipat saat memasuki akhir pekan. Rentang harga makanan dan minuman di sana berkisar di angka Rp 30-55 ribu.
Salah satu menu andalan kafe ini adalah kopi susu gula aren yang dalam proses menemukan racikan pasnya memakan waktu hingga lima tahun. Racikan house blend arabika dan robusta bercampur dengan susu, gula aren, dan creamer yang legit menghasilkan rasa yang berbeda dengan racikan di kedai kopi lainnya.
Satu hal yang patut mendapat acungan jempol dari Sunyi Coffee adalah bukan sekadar menggambil untung dari berdagang kopi semata. Kedai kopi ini punya misi sosial yang kuat untuk memberdayakan penyandang disabilitas. Caranya dengan membuka peluang pekerjaan dan memberikan pelatihan kepada orang-orang dengan berbagai jenis kebutuhan khusus.
Tidak cuma itu, Sunyi juga menyisihkan sebagian dari keuntungan bisnis mereka untuk melatih kaum disabilitas untuk menjadi barista.
“Kita punya sekolah barista yang saat ini sudah mendidik lebih dari 200 barista disabilitas,” ungkap Mario.
Dengan visi yang jelas untuk terus tumbuh dan memperluas dampak positif misi sosial di masyarakat. Mario berharap mereka berharap dapat menjadi inspirasi bagi bisnis lain dan membawa perubahan yang positif dalam kehidupan banyak orang.
Ia tak menampik bahwa bukan hal mudah menyajikan kopi berkualitas dengan misi sosial yang kuat. Soal sajian menu, Mario tetap terbuka untuk selalu memperbaiki kualitas sajian. Poin terpenting, Sunyi tidak hanya ingin menjadi kafe favorit, tetapi juga menjadi simbol inklusi dan harapan bagi banyak orang. (Pewawancara dan penulis: Grace Ekklesia Noel – Jurnalis Magang)***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"