"EO dan promotor yang harus bayar. Masalah Agnez dan Ari Bias ini tidak terjadi kalau promotornya bayar royalti," tegas Johnny.
Karena itu, LMKN meminta pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan kepolisian tidak memberikan izin keramaian pada penyelenggara konser sebelum mereka mengurus izin lisensi royalti.
"LMKN mengimbau agar para pengguna lagu dan musik di area publik untuk tujuan komersial mematuhi hukum dengan mengurus lisensi dan membayar royalti," ungkapnya.
"Jika pengguna mematuhi hukum, maka kasus seperti Ari Bias vs Agnes Mo tidak akan terjadi," tutup Johnny.
Baca Juga: Sinopsis Buried Hearts: Drama Korea Thriller Politik Penuh Ambisi dan Pengkhianatan
Ari Bias Gugat Agnez Mo Melalui UU Hak Cipta
Mengetahui bahwa promotor konser Agnez Mo belum membayar royalti, pihak pengacara Ari Bias menemukan celah hukum dalam kasus ini.
Mereka menggunakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pasal 23.
Pasal itu menyebut, siapa pun boleh menggunakan ciptaan dalam pertunjukan komersial tanpa izin pencipta asalkan membayar royalti melalui LMKN.
Dan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menerima gugatan ini dan memutuskan Agnez Mo untuk membayar denda Rp1,5 miliar.
Baca Juga: Ayah Kim Sae Ron Speak Up, Tuding YouTuber Jahat Bikin Putrinya Depresi Parah Sebelum Meninggal
Putusan yang diumumkan pada 30 Januari 2025 merinci tiga pelanggaran hak cipta dalam tiga konser berbeda. Konser di Surabaya, Jakarta, dan Bandung masing-masing dikenai denda Rp 500 juta.
Agnez Mo dikabarkan akan mengajukan kasasi. “Nanti di kasasi baru kita lihat apakah inkrah atau seperti apa,” kata Johnny.
Agnez Mo Merasa Jadi Tumbal
Kesal tentu saja dirasakan Agnez Mo. Dia pun menduga bahwa dirinya jadi tumbal untuk beberapa pihak yang ingin ambil keuntungan dari kasus ini.
"Mungkin beberapa ada yang mau menjual platformnya atau something, ini masih perkiraan, mereka mau ini atau apa," ucap Agnez.