KONTEKS.CO.ID – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menilai gebrakan awal Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menggelontorkan Rp200 triliiun ke perbankan sulit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Gebrakan Rp200 triliun Purbaya sulit mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Anthony di Jakarta, Senin, 15 September 2025.
Ia juga menyampaikan bahwa gebrakan Rp200 triliun Purbaya ini patut dipertanyakan. Pasalnya, Kebijakan tersebut dikhawatirkan tidak akan efektif dalam mengatasi perlambatan ekonomi yang sedang terjadi.
Baca Juga: Jokowi Sebut Menkeu Purbaya Beda Mazhab dengan Sri Mulyani
Setidaknya ada beberapa alasan yang mendasari keraguan tersebut, antara lain permasalahan utama perekonomian Indonesia saat ini bukan karena kekurangan likuiditas di sektor perbankan.
"Sebaliknya, kondisi likuiditas perbankan nasional saat ini justru relatif longgar," ujarnya.
Anthony mengungkapkan, hal tersebut tercermin dari dua indikator. Pertama, Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan saat ini relatif rendah, yaitu sekitar 86–88 persen.
Angka ini menunjukkan likuiditas perbankan masih cukup longgar, dengan ketersediaan dana pihak ketiga yang lebih besar dibandingkan penyaluran kredit.
Baca Juga: Chairman Rockefeller Ruchir Sharma Beri Pesan Khusus ke Menkeu Purbaya: Belajar dari China!
Kedua, penempatan likuiditas perbankan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga sangat besar, mendekati Rp1.900 triliun.
Besarnya alokasi dana ini juga menunjukkan bahwa likuiditas perbankan berlimpah, tetapi tidak terserap ke dalam kredit.
"Kedua indikator tersebut secara jelas menegaskan bahwa perbankan nasional saat ini menghadapi kondisi kelebihan likuiditas, bukan kekurangan likuiditas," ujarnya.
Sebelumnya, Purbaya Yudhi Sadewa langsung melakukan gebrakan menggelontorkan dana Rp200 triliun dari rekening pemerintah di Bank Indonesia ke bank pelat merah dari Himbara.