Nilai tukar rupiah sempat tembus Rp17.000 per dolar AS, sebelum kembali menguat ke kisaran Rp16.500-an. Volatilitas ini menambah tekanan terhadap pelaku usaha yang mengandalkan bahan baku impor.
Ekspektasi suku bunga tinggi di AS mendorong arus modal keluar dari negara berkembang, membuat ruang kebijakan moneter Indonesia makin sempit, meskipun Bank Indonesia sudah dua kali menurunkan suku bunga sejak September 2024.
Baca Juga: Tahun 2029 Indonesia Diramal Masuk 4 Besar Perdagangan Dunia dari Asia! Kok Bisa?
“Cost of compliance kita tinggi. Suku bunga juga masih mahal. Efisiensi dan kepastian hukum jadi kunci agar ekonomi kita bisa bergerak lebih cepat,” tutup Shinta. ***