KONTEKS.CO.ID – Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI sempat melaporkan PT Al Zubara Manpower Indonesia(PT. AMI) Â ke polisi atas dugaan mengenakan biaya berlebihan kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berangkat ke Inggris.Â
Menurut Kepala BP2MI Benny Rhamdani, masalah ini telah disampaikan dalam rapat dengan pendapat pada Komisi IX DPR. PT. AMI ini disebut BP2MI membebani setiap TKI Rp60 juta hingga Rp80 juta. Ini sebagai biaya penempatan.
Terkait dengan masalah ini, PT Al Zubara Manpower Indonesia yang melaksanakan penanganan penempatan pekerja musiman di Inggris membantah tudingan BP2MI.Â
Direktur Utama PT Al Zubara Manpower Indonesia Yulia Guyeni buka suara soal 1.200 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang diproses perusahaanya terancam batal berangkat ke Inggris sebagai pemetik buah musiman.
Dalam keputusan Rapat Koordinasi Antar Kementerian/ Lembaga terkait dengan pembahasan tindak lanjut penempatan Pekerja Mingran Indonesia (PMI) Seasonal Worker (SW) ke Inggris, dalam rangka optimalisasi perlindungan PMI, telah diputuskan bahwa PT Al Zubara Manpower Indonesia (PT. AMI) dapat menempatkan kembali PMI yang telah kembali ke Indonesia. Namun ada sejumlah catatan yang harus dipenuhi.
Dalam keputusan yang dikeluarkan pada Senin, 20 Februari 2023, PT. AMI harus memiliki lisensi dari GLLA atau Gangmasters Labour Abuse Authority. Kemudian juga memiliki SOP perlindungan PMI dalam rangka penanganan permasalahan PMI SW di Inggris.
Selain itu, PT. AMI wajib menyediakan shelter yang memadai atau akomodasi yang setara. Termasuk untuk mempermudah penyelesaian permasalahan PMI.
Kemudian penempatan PMI SW hanya untuk mereka yang telah ditempatkan pada tahun 2022 dan telah kembali ke Indonesia. Mereka juga harus memiliki panggilan farm atau AG Recruitment selaku mitra usaha dari PT. AMI.
Pekerja juga tidak boleh direkrut oleh pihak ketiga. Kemudian proses rekrutmen harus memenuhi assesment kesehatan, psikologi dan motivasi. Pemberangkatan harus dilakukan paling lambat akhir Mei 2023, dan memastikan kepulangan sebelum masa visa berakhir.
Ketentuan lain adalah pembaruan perjanjian, tidak ada beban biaya tambahan, dan harus difasilitasi tiket kepulangan. Kemudian lokasi penempatan harus diketahui pekerja.
Secara khusus, PT. AMI diwajibkan melaporkan data kedatangan, keberadaan dan kepulangan. Surat keputusan ini ditandatangani Direktur Bina Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Rendra Setiawan.
Sebelumnya, PT. AMI menjadi sorotan karena biaya penempatan oleh PT. AMI membuat pekerja terjerat utang. Setidaknya ada 1.000 PMI yang diberangkatkan selama Maret – Agustus 2022.
Meski BP2MI telah merekomendasi pencabutan izin PT. AMI kepada DPR, tapi faktanya saat ini perusahaan tersebut dapat kembali melakukan kegiatan usahanya meski dengan sejumlah kewajiban. ***Â
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"