KONTEKS.CO.ID – Potensi sumber energi terbarukan yang dimiliki Indonesia berlimpah dan bahkan mampu menghapus ketergantungan pada BBM impor. Demikian dikatakan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Airlangga Hartarto menyebutkan dengan konversi BBM atau hybrid antara biodiesel dengan EV, kemandirian energi di sektor otomotif akan dapat dicapai. Terlebih jika optimalisasi coal to liquid dilakukan.
“Saat ini pemerintah belajar teknologi clean coal dari Jepang, yang juga menguasai teknologi nuklir dan Indonesia ditawarkan untuk memanfaatkan teknologi ini. Untuk bahan bakunya sendiri, kita memiliki uranium di Kalimantan Barat,” kata Ketua Umum partai Golkar ini di acara Diskusi Berdikari, Lawan Krisis Global dengan Ketahanan Energi, Selasa, 24 Januari.
Airlangga kemudian mengungkapkan Indonesia dapat memanfaatkan alih teknologi dari Jepang terkait pemanfaatan Co Firing. Teknologi ini merupakan pengembangan hidrogen dan amonia sebagai bahan bakar pengganti batu bara untuk PLTU. “Dengan dua teknologi itu kita bisa mencapai karbon netral, dan ini renewable,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekjen Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan, dalam Indeks Ketahanan Energi, Indonesia masuk dalam kategori ‘Tahan’.
“Dunia boleh krisis, berdasarkan angka indeks ketahanan energi, di kategori ‘Tahan’, belum ‘Sangat Tahan’. Belum karena faktor tadi, impor BBM. Kalau sudah tidak ada kita menuju kemandirian,” kata Djoko.
Direktur Transmisi PLN Evy Haryadi mengatakan transisi energi di Indonesia diiringi inovasi untuk mencapai target Net Zero Emission 2060. Salah satunya melalui prinsip operasi sistem menggunakan konsep Trilema Energi (ekonomis, andal dan rendah emisi).
“PLTP panas bumi punya potensi yang nomor dua terbesar, namun sampai saat ini banyak kendala pengembangan geothermal. Selain pendanaan, penyerapan teknologi juga masih menjadi kendala,” ujarnya.
Ia menambahkan saat ini Indonesia bergerak dari energi fosil ke renewable energy. Tantangan yang harus dihadapi adalah cost yang harus dibayar dan dipertimbangkan dengan daya beli masyarakat.
“Transisi energi menuju energi terbarukan akan berhasil jika dikerjakan secara gotong royong, tidak bisa jika pemerintah pusat saja yang bergerak,” pungkas Airlangga Hartarto. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"