KONTEKS.CO.ID – Pada awal perdagangan hari Kamis, tanggal 14 September 2023, nilai tukar rupiah di pasar spot kembali melemah.
Rupiah menguat tipis, hanya sebesar 5 poin atau sekitar 0,03 persen, mencapai level Rp15.365 per dolar AS dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya, yaitu pada Rabu, 13 September 2023, yang berada di level Rp15.370 per dolar AS.
Apa yang menjadi faktor-faktor di balik pergerakan ini? Berikut beberapa poin yang perlu diperhatikan:
1. Rupiah Berpotensi Menguat
Lukman Leong, seorang pengamat pasar uang, memperkirakan bahwa rupiah memiliki potensi untuk menguat di tengah koreksi dolar AS.
Meskipun data inflasi AS yang baru dirilis menunjukkan hasil di atas ekspektasi, investor nampaknya bersiap untuk data penjualan ritel AS yang diperkirakan akan lebih lemah daripada bulan sebelumnya.
Dengan demikian, rupiah dapat bergerak dalam kisaran Rp15.300 hingga Rp15.400 per dolar AS.
2. Dolar AS Diperkirakan Melemah
Ariston Tjendra, seorang pengamat pasar uang lainnya, mengindikasikan bahwa dolar AS kemungkinan akan terus melemah terhadap mata uang utama dan regional lainnya.
Sentimen pasar terhadap aset berisiko juga terlihat positif. Menurutnya, indeks saham Asia menurut perkiraan akan bergerak naik.
Dengan demikian, ada potensi penguatan rupiah terhadap dolar AS, bahkan mungkin hingga mencapai level support Rp15.330 per dolar AS hingga Rp15.300 per dolar AS.
Namun, ada juga potensi pelemahan menuju Rp15.400 per dolar AS.
Menurut Ariston Tjendra, data inflasi konsumen AS bulan Agustus yang melampaui perkiraan dapat meningkatkan ekspektasi di pasar bahwa Federal Reserve (the Fed) akan menjaga suku bunga tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
Ini dapat mendorong dolar AS untuk menguat terhadap mata uang lainnya.
3. Inflasi AS Tembus 3,7 Persen
Penting untuk dicatat bahwa tingkat inflasi Amerika Serikat pada bulan Agustus 2023 mencapai 3,7 persen year on year (yoy). Angka ini lebih tinggi dari bulan Juli yang sebesar 3,2 persen.
Bahkan, inflasi AS pada bulan Agustus juga melampaui ekspektasi pasar yang sebelumnya hanya memperkirakan sebesar 3,2 persen.
Data Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja menunjukkan inflasi inti yang tidak termasuk komponen pangan dan energi, mengalami perlambatan pada level 4,3 persen (YoY). Turun dari sebelumnya yakni 4,7 persen (YoY).
Secara bulanan, inflasi juga mengalami kenaikan signifikan, yaitu sebesar 0,6 persen dari 0,2 persen, dan demikian juga dengan inflasi inti bulanan yang naik menjadi 0,3 persen dari 0,2 persen sebelumnya.
Dalam kondisi seperti ini, pasar mata uang global, termasuk nilai tukar rupiah, cenderung terpengaruh oleh berbagai faktor ekonomi dan keuangan.
Pengamat pasar dan investor perlu memantau perkembangan ini dengan cermat untuk membuat keputusan investasi yang tepat.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"