KONTEKS.CO.ID – Jaringan gerai kopi ternama, Starbucks, mengalami masa sulit di tengah kampanye aksi boikot yang berimbas pada penurunan penjualan dan anjloknya harga saham.
Pada Selasa 30 April 2024, saham Starbucks merosot 12%, bersamaan dengan pemangkasan perkiraan penjualan tahunan oleh perusahaan.
Hal ini menandai pertama kalinya dalam hampir tiga tahun Starbucks mengalami penurunan penjualan di toko yang sama.
“Kuartal kedua sangat menantang. Hambatan yang terus berlanjut sepanjang kuartal ini membuat kami mengubah tindakan dan rencana respons untuk membuka dan menarik permintaan,” kata CFO Starbucks, Rachel Ruggeri.
Rachel Ruggeri menjelaskan bahwa kuartal kedua yang penuh tantangan ini menjadi hambatan yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, memaksanya untuk mengubah strategi dan rencana untuk membuka toko baru dan menarik permintaan.
Aksi Boikot Produk Barat yang Meluas
Akibat boikot di Timur Tengah dan negara lain terkait serangan Israel di Jalur Gaza, alhasil produk Barat seperti Starbucks dan McDonald’s mengalami dampak signifikan.
Penjualan global Starbucks di kuartal kedua turun 4%, jauh dari prediksi awal 1,44%.
Di dua pasar utama, Starbucks mengalami penurunan penjualan 11% di China dan 3% di Amerika Serikat.
“Kami masih melihat dampak dari pemulihan yang lebih lambat dari perkiraan, dan kami melihat persaingan yang ketat di antara para pemain nilai di pasar,” kata CEO Starbucks, Laxman Narasimhan.
Laxman Narasimhan menjelaskan bahwa pemulihan yang lebih lambat dari perkiraan dan persaingan ketat di pasar masih menjadi tantangannya
Hal ini menjadi sinyalemen kekhawatiran investor terhadap prospek gerai kopi ini di masa depan.
Penurunan penjualan di pasar utama seperti China dan Amerika Serikat menjadi pukulan telak bagi perusahaan.
Hal ini juga menjadi pukulan telak untuk gerai kopi ternama ini untuk mengevaluasi kembali strategi bisnis mereka.
Terutama di tengah situasi global yang penuh gejolak dan persaingan pasar yang semakin ketat.
Meskipun gerai kopi ternama ini telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi boikot dan meningkatkan penjualan, masih belum jelas apakah upaya tersebut akan cukup untuk membalikkan keadaan dan mengembalikan kepercayaan investor.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"