KONTEKS.CO.ID – Momentum pengiriman ke India dapat membantu mengurangi stok minyak sawit Indonesia, yang melonjak menjadi 6,69 juta ton pada akhir Juni dari sekitar 4 juta ton pada akhir 2021. Sedangkan jumlah stok minyak sawit bisa kembali ke level 4,5 hingga 5 juta ton pada akhir September.
Proyeksi tersebut diungkapkan Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono. Menurutnya pengurangan stok juga terbantu oleh perlambatan produksi setelah melewati masa panen puncak. Stok meningkat selama eskalasi pembatasan ekspor yang stabil pada awal tahun ini, yang puncaknya terjadi pada larangan ekspor selama tiga minggu.
Seperti diberitakan Reuters, untuk mengurangi stok, produsen minyak sawit Indonesia gencar menawarkan diskon USD15 kepada India. “Saat ini, penjual Indonesia sangat kompetitif dibandingkan dengan Malaysia. Mereka memberikan diskon hingga USD5 per ton di bawah Malaysia,” kata dealer perusahaan perdagangan global yang berbasis di Mumbai.
“Mereka telah menawarkan diskon sebanyak USD15 pada Juli-Agustus, ketika pungutan ekspor pertama kali dihapus,” tambahnya. Dengan begitu, produsen minyak sawit Indonesia mengambil kembali bisnis dari tetangga Malaysia mereka dengan diskon yang agresif.
Menteri Perdagangan Indonesia Zuklifli Hasan juga mendesak India untuk membeli lebih banyak minyak sawit dari negaranya ketika dia mengunjungi India bulan lalu. Hal itu berdasarkan informasi dari seorang pejabat senior industri yang menghadiri pertemuan menteri dengan pembeli India. Pejabat itu meminta untuk tidak disebutkan namanya karena pertemuan itu bersifat pribadi.
Pemerintah Indonesia bertujuan menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri saat itu, tetapi dalam prosesnya menyebabkan harga dunia melonjak hingga mencapai rekor 7.268 ringgit Malaysia (USD1.598) per ton. Produsen di Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua, bersama dengan produsen minyak saingan seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari berupaya merebut pangsa pasar Indonesia.
Bajoria dari Sunvin Group mencatat bahwa minyak kedelai dan minyak bunga matahari, biasanya jauh lebih mahal daripada minyak sawit. Namun, harganya menjadi sebanding selama beberapa bulan dan akibat tekanan permintaan dari India.
Sebelumnya, Malaysia telah menggeser Indonesia sebagai pemasok minyak sawit utama ke India pada 2021/2022. Namun, Pemerintah Indonesia akhirnya membatalkan larangan ekspor dan sejak pertengahan Juli mulai membebaskan pungutan ekspor.
Kedua kebijakan itu telah digunakan untuk mendanai program biodiesel dan penanaman kembali kelapa sawit. Namun, hal itu mendorong kekhawatiran stok minyak sawit yang menggembung dan petani sawit yang merugi.
“Penjual Indonesia sekarang berusaha keras untuk mendapatkan kembali pangsa pasar yang hilang dengan menawarkan diskon,” kata dealer minyak sawit yang berbasis di New Delhi.
Harga minyak sawit berjangka kini telah turun hampir setengah dari rekor tertingginya dan minyak sawit sekali lagi mendapat diskon yang cukup besar dibandingkan minyak saingannya. Harga minyak kelapa sawit sekarang ditawarkan dengan harga USD940 per ton termasuk biaya, asuransi, dan pengangkutan (CIF) ke India untuk pengiriman September, dibandingkan dengan USD1.288 untuk minyak kedelai mentah.
Pungutan Ekspor
Adapun, pembebasan pungutan ekspor saat ini diproyeksi bakal segera berakhir dengan tingginya permintaan minyak kelapa sawit dari India. “Begitu stok turun, itu akan mulai memberlakukan ekspor,” kata dealer yang berbasis di Mumbai.
“Minyak sawit adalah penyumbang besar dalam tax kitty-nya. Itu tidak bisa menghapus pajak tanpa batas waktu,” tambahnya.
Penarikan pungutan ekspor juga bisa berlaku kembali dengan melambatnya produksi setelah masa panen berlalu. Stok meningkat selama eskalasi pembatasan ekspor yang stabil pada awal tahun ini, yang berpuncak pada larangan ekspor tiga minggu yang drastis. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"