KONTEKS.CO.ID – Laut China Selatan kembali menjadi flashpoint antara dua negara bertetangga, China dan Filipina. Tensi keduanya memanas belakangan ini.
Di samping itu, Filipina merupakan sekutu Amerika Serikat yang selama ini berseberangan dengan China.
Tak heran, konflik Laut China Selatan juga menjadi titik konflik potensial antara Washington dan Beijing.
Masalah ini akan menjadi fokus pertemuan trilateral antara Presiden AS, Joe Biden; Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr. dan Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida di Washington, Kamis, 11 April 2024.
Sebagaimana diketahui, ketiganya merupakan sekutu erat.
Titik Nyala
Inti dari perselisihan baru-baru ini antara Filipina dan China yakni dua wilayah yang menjadi rebutan dan terletak di dalam zona ekonomi eksklusif Manila sepanjang 200 mil laut.
Keduanya yakni Scarborough Shoal dan Second Thomas Shoal. Namun, Beijing mengklaim wilayah itu sebagai miliknya.
China menggunakan sembilan garis putus-putus (nine-dash line) yang mencakup sekitar 90 persen Laut China Selatan untuk menegaskan klaim kedaulatannya atas Scarborough Shoal.
Itu merupakan terumbu karang terendam yang memiliki stok ikannya yang melimpah.
Sementara Second Thomas Shoal merupakan rumah bagi sebuah kontingen kecil pelaut Filipina yang tinggal di kapal perang berkarat yang sengaja dikandangkan Manila pada tahun 1999.
Langkah itu Filipina ambil untuk melanjutkan klaim teritorialnya.
Kebuntuan 2 Negara
Hubungan Filipina dan China menegang seiring dengan bentrokan yang seringa terjadi selama setahun terakhir.
Beijing terus menegaskan klaimnya, sebaliknya Manila menolak menghentikan kegiatan penangkapan ikan dan memasok kebutuhan di kedua perairan dangkal tersebut.
China menganggap hal tersebut sebagai tindakan ilegal dan terus berusaha mengusir kapal-kapal tersebut.
Penjaga pantai China telah meningkatkan apa yang disebut aktivitas ‘zona abu-abu’.
Di antaranya penggunaan meriam air, taktik tabrakan dan menabrak, dan (versi Manila) penggunaan laser tingkat militer.
Tujuannya untuk mencoba menghentikan misi pasokan dan patroli Filipina.
China juga telah mengerahkan armada kapal penangkap ikan yang Filipina sebut sebagai milisi.
Selama dua misi pasokan Second Thomas Shoal terakhir, kapal-kapal Filipina mengalami kerusakan.
Beberapa awak terluka setelah penggunaan meriam air.
China terus mendesak Filipina untuk menarik kapal perang tersebut. Beijing berjanji untuk melakukan hal tersebut, namun Manila bersikukuh perjanjian tersebut tidak dibuat.
Reaksi Sekutu
Tindakan China ini sontak telah menuai kecaman dan kekhawatiran internasional, terutama negara Barat. dari negara-negara besar termasuk Amerika Serikat, Jepang, Australia, Prancis, dan Inggris.
Jurnalis asing telah bergabung dengan beberapa misi pasokan Filipina dan mendokumentasikan peristiwa-peristiwa atas undangan Filipina.
Seorang pejabat keamanan mengatakan, hal itu bertujuan untuk menjelaskan taktik ‘zona abu-abu’ China.
Sementara China menuduh Filipina menimbulkan masalah dan menyebarkan informasi yang salah.
“Tindakan China berbahaya, ilegal dan mengganggu stabilitas kawasan,” kata seorang laksamana senior AS pada tanggal 9 April lalu.
Presiden Ferdinand Marcos Jr telah mengambil tindakan keras terhadap permusuhan dengan China.
Dia dengan tegas menolak tekanan China, bahkan berjanji akan melakukan tindakan balasan.
Filipina mengatakan tindakan penanggulangannya akan bersifat “multi-dimensi” dan melibatkan banyak pilihan diplomasi.
Marcos juga menyerukan koordinasi yang lebih kuat mengenai keamanan maritim untuk menghadapi berbagai tantangan serius terhadap integritas wilayah dan perdamaian.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"