KONTEKS.CO.ID – Perang Serbia vs Kosovo sudah di depan mata. Ketika perhatian warga dunia terpaku pada konflik Rusia vs Ukraina, ada potensi perang lain di Eropa akan terjadi seiring ketegangan antara dua musuh lama di Balkan yang mendekati titik mendidih.
Pekan lalu, seorang sersan polisi Albania Kosovo dan tiga penyerang Serbia yang bersenjata lengkap tewas dalam baku tembak mematikan di Kosovo Utara. Kejadian ini melibatkan satu politisi ternama Serbia.
Beberapa hari kemudian, Amerika Serikat mengeluarkan peringatan keras pada akhir pekan sebagai tanggapan terhadap gerakan militer Serbia yang terjadi di dekat perbatasan de facto negara tersebut dengan Kosovo Negara ini mayoritas penduduknya beretnis Albania dan beragama Islam.
Kemerdekaan Kosovo dari Serbia yang mayoritas beretnis Serbia dan Kristen masih diperdebatkan di antara komunitas internasional.
Meskipun sejumlah tentara Serbia terlaporkan telah tertarik dari perbatasan dan Presiden Serbia Aleksandar Vuvic telah menyatakan tak menginginkan perang, utusan dari kedua belah pihak yang bertikai telah menyatakan kepada Newsweek potensi eskalasi lebih lanjut jika hal ketegangannya tidak teratasi.
“Keamanan seluruh wilayah sedang dipertaruhkan,” kata Ilir Dugoli, Duta Besar Kosovo untuk Amerika Serikat, kepada Newsweek.
“Vucic tidak dapat terpercaya karena dia sekali lagi mencoba melakukan manipulasi di hadapan bukti tak terbantahkan mengenai keterlibatan langsung Serbia dalam pelatihan dan perencanaan agresi militer,” paparnya.
Perang Serbia vs Kosovo: Kemerdekaan Kosovo ‘Menggantung’
Namun Marko Duric, Duta Besar Serbia untuk AS, menyalahkan Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti yang memperburuk perselisihan.
Menurut Duric, Kurti telah melakukan upaya untuk menganiaya penduduk Serbia Kosovo dan memprovokasi konflik dengan Serbia.
“Dalam dua tahun sejak Kurti berkuasa, dia telah mempromosikan pendekatan paling ekstrem dan penuh kekerasan dalam menangani komunitas Serbia di Kosovo,” tuding Duric. Ini mengakibatkan lebih dari 275 serangan kekerasan terhadap warga sipil.
Meskipun ancaman kekerasan baru masih sangat berbahaya, perseteruan Serbia-Kosovo berakar pada ketegangan yang masih berlangsung di Balkan. Ini setelah pecahnya negara sosialis Yugoslavia pada 1990-an.
Runtuhnya persatuan multietnis yang pertama kali terbentuk setelah Perang Dunia I memicu konflik etnis, nasionalis, dan agama selama satu dekade, dan memicu intervensi tempur pertama NATO.
Negara-negara yang bangkit dari kekacauan ini adalah negara-negara modern seperti Bosnia dan Herzegovina, Kroasia, Montenegro, Makedonia Utara, Serbia dan Slovenia. Sedangkan status Kosovo yang masih menjadi sengketa internasional sejak menyatakan kemerdekaan dari Serbia pada 2008.
Negara-negara yang mengakui kemerdekaan Kosovo termasuk AS. Lalu sebagian besar anggota NATO dan Uni Eropa, kecuali Bosnia dan Herzegovina, Yunani, Hongaria, Rumania, dan Spanyol.
Negara lain yang tidak mengakui kemerdekaan Kosovo adalah Serbia, Rusia dan Ukraina. Termasu anggota inti BRICS yang berpengaruh, selain Rusia, termasuk China, Brasil, India, dan Afrika Selatan. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"