KONTEKS.CO.ID – Pemerintah Israel terus menekan milisi penguasa Gaza, Hamas, untuk menyetujui perundingan damai antara keduanya.
Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menolak tuntutan Hamas untuk mengakhiri perang secara definitif.
Dia mengkhawatirkan gencatan senjata permanen akan memperkuat posisi ekstrem kelompok tersebut dan menimbulkan ancaman baru bagi Israel.
PM Netanyahu menegaskan Hamas masih mempertahankan posisi ekstremnya, termasuk tuntutan untuk menarik pasukan Israel dari Jalur Gaza.
“Kami telah bekerja tanpa henti untuk merumuskan kesepakatan yang akan mengembalikan sandera kami,” ungkapnya pada sebuah pernyataan pers pada Minggu 5 Mei 2024.
Menyusul pernyataan Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menambahkan, jika tidak ada kesepakatan, Israel akan melanjutkan serangan ke Rafah, rumah bagi sekitar satu juta pengungsi Gaza, yang merupakan markas Hamas.
Perang antara Israel dan Hamas telah berlangsung sejak Oktober lalu, menyebabkan ribuan korban jiwa di kedua belah pihak.
Meskipun perundingan damai di Kairo belum membuahkan hasil, baik Israel maupun Hamas berada di bawah tekanan untuk menyetujui gencatan senjata.
Namun, pemimpin politik paling senior Hamas, Ismail Haniyeh, menegaskan kelompok tersebut ingin mencapai gencatan senjata komprehensif yang mengakhiri agresi Israel dan pertukaran sandera yang serius.
Dia menyalahkan Netanyahu karena menyabotase upaya mediasi.
“Netanyahu bersalah karena menyabotase upaya yang dilakukan melalui mediator dan berbagai pihak,” ungkapnya.
Di dalam Israel, kritikus menuduh Netanyahu memperpanjang perang dengan Hamas.
Forum Sandera dan Keluarga Hilang bahkan mengajukan gugatan langsung kepada Netanyahu pada Minggu, 5 Mei 2024.
Mereka meminta dia untuk mengabaikan semua tekanan politik dan tidak melewatkan kesempatan untuk mencapai perdamaian.
“Sejarah tidak akan memaafkan Anda jika Anda melewatkan kesempatan ini,” kata mereka dalam sebuh pernyataan.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"