KONTEKS.CO.ID – Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah menghadapi dilema strategis dalam menentukan jenis satelit yang akan digunakan untuk proyek Satria-2.
Keberadaan satelit Low Earth Orbit (LEO) seperti Starlink oleh Elon Musk menambah kompleksitas dalam pengambilan keputusan.
GEO atau LEO untuk Satelit Satria-2?
Kepala Divisi Infrastruktur Satelit BAKTI Kominfo, Sri Sanggrama Aradea, mengungkapkan pertimbangan yang sedang dalam pertimbangan.
Keputusan apakah Satria-2 akan menggunakan Geostationary Earth Orbit (GEO) atau menjadi bagian dari konstelasi Low Earth Orbit (LEO) menjadi fokus utama.
Hal ini berkaitan dengan pemerintah yang akan mengelola semua jaringan satelit dan keberadaan satelit Satria-1 yang telah terluncurkan.
Satria-1 di GEO: Keamanan dan Kemudahan Pemeliharaan
Satelit Satria-1 saat ini beroperasi di Geostationary Earth Orbit (GEO), dengan jarak sekitar 36.000 kilometer dari permukaan bumi.
Meskipun persiapannya memakan waktu lebih lama, pemeliharaan perangkat satelit di GEO dianggap lebih mudah karena posisi orbit yang konsisten. Keamanan juga lebih terjaga dengan jumlah perangkat yang lebih sedikit.
Sementara bisnis satelit LEO seperti Starlink sedang berkembang, tantangan muncul terkait kontrol data.
LEO menciptakan pasar global, di mana pemerintah sulit untuk mengontrol seluruh jaringan dan data yang terkait.
Dengan jarak yang lebih dekat dengan bumi, satelit LEO memerlukan lebih banyak perangkat untuk menyediakan jaringan telekomunikasi, yang membuatnya rentan dari sisi keamanan.
Rekomendasi untuk Kedaulatan Indonesia dalam Industri Satelit
Dosen Institut Teknologi Bandung, M Ridwan Effendy, memberikan dua rekomendasi strategis untuk menjaga kedaulatan Indonesia dalam industri satelit.
Pertama, memberikan peluang kepada swasta dan BUMN untuk menyediakan komunikasi melalui satelit GEO dengan memberikan insentif pemerintah.
Kedua, menyiapkan regulasi yang kuat untuk mengendalikan penyedia layanan asing yang beroperasi di Indonesia.
Dalam upaya merawat kedaulatan negara di ruang angkasa dan menyediakan layanan telekomunikasi yang andal, pemberian insentif bagi pelaku industri satelit lokal dianggap penting.
Selain itu, regulasi yang kuat akan memastikan kendali terhadap penyedia layanan asing yang berbisnis di Indonesia, memastikan keamanan dan keselamatan negara.
Keputusan apakah Satria-2 akan menggunakan GEO atau LEO menjadi perdebatan antara tradisi dan teknologi masa depan.
BAKTI Kominfo harus mempertimbangkan secara cermat keamanan, efisiensi, dan kontrol data dalam menentukan langkah strategis untuk proyek satelit nasional ini.
Dengan mengintegrasikan rekomendasi dari para ahli, Indonesia berusaha menjaga kedaulatan dan menjadi pemain utama dalam industri satelit global.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"