KONTEKS.CO.ID - Badak Jawa terancam punah. Selain perburuan liar, ada sejumlah hal yang membuat hewan yang terlindungi hukum itu terancam punah.
Rhinoceros sondaicus adalah salah satu jenis satwa liar yang pemerintah Indonesia prioritaskan untuk konservasi spesies. Ia menjadi satu dari dua jenis badak yang habitatnya hanya di Indonesia.
Seperti terketahui, kelompok pemburu badak Jawa mengaku telah menembak mati 6 ekor hewan langka itu pada Mei lalu.
Di pasar gelap, harga satu culanya mencapai lebih dari Rp500 juta.
Badak Jawa Berstatus Critically Endangered
Melansir laman INJI Warrior, Senin 29 A[ril 2024, saat ini sebaran populasinya hanya terbatas di semenanjung barat daya Pulau Jawa, di kawasan Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
Mereka merupakan satu dari hanya lima spesies badak yang tersisa di seluruh dunia saat ini. Bahkan merupakan salah satu jenis mamalia besar paling jarang populasinya di dunia.
Merujuk Red List Data Book IUCN, Badak Jawa berstatus Critically Endangered dan hal tersebut dikarenakan oleh sebaran populasi yang sempit, jumlah populasi yang kecil, serta tingkat risiko terhadap habitat dan populasinya.
Ada banyak kendala yang dihadapi Balai TNUK dalam mengelola konservasi Badak Jawa. Karena masih minimnya penelitian ilmiah yang mempelajari seluruh aspek dari perilaku badak Jawa.
Perilaku yang belum teridentifikasi detail, membuat habituasi dan pengelolaan konservasinya cukup sulit. Satwa ini memiliki sifat pemalu dan sensitif, sehingga sedikit gangguan saja bisa membuat badak ini terganggu.
Bahkan, menurut Rois Mahmud, perwakilan dari Aliansi Lestari Rimba Terpadu (ALeRT), ada indikasi kecenderungan melukai dirinya sendiri jika mengalami stres. Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku konservasi dalam menjaga habitat dan populasi Badak Jawa.
“Analisis genetik yang dilakukan bekerja sama dengan IPB menghasilkan kesimpulan jika kepunahan populasi bisa terancam oleh faktor depression in-breeding,” papar Rois.
Dua haplotype yang berbeda terpisah secara geografis di dalam habitat. Dengan demikian, perkawinan sedarah sangat mungkin terjadi dan menjadi kendala yang cukup rumit.
Perkawinan Sedarah Mengurangi Kualitas Keturunan Badak
Perkawinan sedarah pada populasi berpotensi menurunkan kualitas keturunan makhluk hidup. oleh karenanya perlu intervensi manusia dalam upaya meminimalkan dampak dari risiko tersebut.
Selain persoalan dari individu badak itu sendiri, kendala soal tumbuhan pakan badak Jawa juga TN Ujung Kulon hadaoi. Keberadaan tumbuhan Langkap mengganggu pertumbuhan tumbuhan pakan badak.
Berbagai upaya telah TN Ujung Kulon lakukan untuk membasmi tumbuhan Langkap ini, tetapi masih belum menemukan solusi yang tepat karena pertumbuhannya sangat cepat.
Menurut Dirjen KSDAE, Prof Satyawan Pudyatmoko, habitat yang layak akan menjadi faktor penentu utama peningkatan populasi.
Indikasi perburuan Badak Jawa dan gangguan manusia juga menjadi sorotan dalam diskusi. Kini Polda Banten tengah memburu terduga pelaku perburuan, Balai TN Ujung Kulon juga sudah membentuk tim gabungan untuk melakukan patroli dan penjagaan terbantu beberapa pihak, seperti Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango, Balai TN Gunung Halimun Salak, Brimob Polda Banten, MMP, dan Tim RPU.
Tidak hanya untuk mencegah perburuan, tim gabungan ini juga bertugas untuk mencegah aktivitas manusia di wilayah konservasi yang berpotensi mengganggu habitat Badak Jawa.
Menanggapi persoalan keamanan kawasan konservasi ini, Sekretaris Direktorat Jenderal KSDAE, Suharyono yang turut serta dalam diskusi dan survei lapangan ini, menyatakan jika menjalin hubungan baik dengan masyarakat bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini.
Suharyono memberi arahan kepada seluruh elemen yang terkait dalam konservasi Badak Jawa di TNUK untuk berbaur dengan masyarakat. Lalu memberi pemahaman kepada masyarakat tentang arti penting keberadaan Badak Jawa dan mengapa perlu upaya konservasi.
“Pendekatan kesejahteraan ke masyarakat sekitar perlu kita lakukan. Inilah hakikat pengamanan,” jelas Suharyono. ***