KONTEKS.CO.ID - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengakui insentif battery electric vehicle/BEV) impor dalam rangka tes pasar sukses meningkatkan adopsi mobil berbasis baterai di Indonesia.
Namun hal ini sekaligus menekan kinerja industri yang sudah lama eksis. Gaikindo mencatat, tahun ini utilisasi industri mobil turun dari 73% menjadi 55% tahun ini. Hal ini seiring turunnya penjualan mobil domestik.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, mengatakan, penjualan mobil domestik turun menjadi 865.000 unit pada 2024 dibandingkan 2014 sebanyak 1,2 juta unit.
Tren ini berlanjut pada tahun ini, di mana per Juli lalu penjualan mobil turun 10% menjadi 453.000 unit.
Kukuh menegaskan, penurunan penjualan mobil dipicu pelemahan daya beli dan mahalnya pajak mobil di luar BEV.
Saat ini, tidak semua mobil dengan TKDN tinggi mendapatkan insentif. Sebaliknya, pemerintah malah memberikan insentif besar bagi BEV untuk menarik investasi.
Dia menegaskan, kehadiran BEV impor menekan produksi mobil dalam negeri dengan TKDN tinggi, berkisar 80-90%. Itu artinya, BEV impor telah mengganggu keseimbangan industri.
“Banyak perusahaan komponen juga mengeluh, karena suplai ke pabrikan kurang. Untung mereka masih ada ekspor, sehingga masih bisa berjalan, tetapi ada sebagian yang sudah melakukan PHK,” tegasnya di Jakarta, Kamis 28 Agustus 2025.
Sebenarnya, sambung Kukuh, pemerintah perlu merilis insentif untuk mobil entry level di harga Rp200-400 juta, seperti yang dilakukan pada 2021 kala pandemi COVID-19 terjadi.
Bentuknya SAAT itu adalah insentif PPnBM DTP untuk mobil rakitan lokal, 4x2, dengan syarat TKDN. Insentif ini terbukti mampu memulihkan pasar dengan cepat.
“Intinya, jangan biarkan pasar mobil turun. Bahkan, belakangan muncul isu penjualan mobil Indonesia dikalahkan oleh Malaysia, kendati data jelasnya belum terlihat,” bebernya.