KONTEKS.CO.ID - Pemerintah tengah bersiap untuk menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 dalam layanan BPJS Kesehatan dan menggantinya dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Di balik upaya penerapan sistem baru ini, masih banyak PR besar—mulai dari kesiapan sarana rumah sakit hingga pemerataan fasilitas di daerah.
Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kesiapan rumah sakit dalam menerapkan standar baru ini.
Menurutnya, banyak rumah sakit, khususnya yang dikelola pemerintah, masih menghadapi kendala anggaran yang membuat proses penyesuaian berjalan lambat.
Jika rumah sakit swasta memiliki fleksibilitas tersendiri, rumah sakit pemerintah justru terjebak dalam keterbatasan pembiayaan.
KRIS Diterapkan, tapi Siapa yang Siap?
Felly menekankan bahwa peningkatan kualitas layanan kesehatan memang harus terus didorong, namun perlu diimbangi dengan sistem pengawasan dan kontrol yang tegas.
Baca Juga: Begini Suasana Lempar Jumrah Jemaah di Mina saat Puncak Ibadah Haji
Ia mengingatkan bahwa jika waktu implementasi terus diundur tanpa kepastian, maka tujuan perubahan ini tidak akan pernah tercapai.
Ia juga menyoroti pentingnya pemerintah menjadi teladan dalam menerapkan KRIS, terutama di rumah sakit milik negara.
Menurutnya, pemerintah harus lebih dulu membenahi fasilitas dan memastikan standar yang telah ditetapkan bisa terpenuhi, sebelum menuntut hal yang sama dari rumah sakit swasta.
Kesiapan Infrastruktur Rumah Sakit
Baca Juga: Momen Presiden Prabowo Salat Id di Masjid Istiqlal dan Serahkan Sapi Limosin 1,3 Ton
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyebutkan bahwa hingga kini baru sekitar 88% rumah sakit dari total 2.554 yang sudah melakukan pengisian kesiapan implementasi KRIS melalui aplikasi resmi.
Dari jumlah tersebut, 1.436 rumah sakit dinyatakan telah memenuhi 12 kriteria utama KRIS seperti ventilasi memadai, partisi ruang, kamar mandi dalam, hingga stop kontak dan bel perawat.