KONTEKS.CO.ID – Gubernur Papua Lukas Enembe terserang stroke kedua bersamaan dengan pemanggilan terhadap dirinya oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitasnya sebagai tersangka dugaan gratifikasi.
Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Aloysius Renwaris menyampaikan kepada awak media yang dihubungi melalui telepon, bahwa kliennya tengah mengidap sejumlah penyakit seperti stroke, gula dan ginjal.
“Dia stroke kedua kali, terus ada sakit gula, terus ginjal, dan lain-lainnya,” ujar Aloysius, Rabu, 21 September 2022.
Menurutnya, Lukas Enembe mengalami pembengkakan pada bagian kaki. Tensi darahnya juga dalam keadaan tinggi. Tapi dalam kondisi yang cukup banyak penyakit yang sedang diderita, Lukas Enembe justru hanya menjalani perawatan di rumah.
“Dia dirawat di rumah dalam keadaan sakit, kaki bengkak tidak bisa jalan dan tensi tinggi, inikan stroke keduanya,” ujar Aloy.
Terkait kondisi Luka Enembe saat ini, Aloysius membantah tegas kalau klienya akan mangkir dalam pemeriksaan. Informasi mengenai kondisi Lukas Enembe sudah disampaikan kepada KPK. Surat pemberitahuan yang disertakan surat keterangan dokter telah dilayangkan kepada penyidik KPK.
Terkait dengan pemanggilan oleh KPK untuk yang kedua, dengan status pemeriksaan sebagai tersangka, Aloysius memastikan kalau pihaknya sudah menerima surat pemanggilan itu.
Meski begitu, dia meluruskan bahwa pemanggilan terkait dengan dugaan gratifikasi senilai Rp1 miliar dan bukan terkait ke kasino dan lainnya.
Namun begitu, Aloysius tidak dapat memastikan apakah Lukas Enembe bisa hadir untuk diperiksa. Dengan kondisi kliennya yang masih sakit, kemungkinan kliennya tidak dapat hadir.
“Masih keadaan sakit , kemungkinan tidak akan hadir. Yang jelas beliau itu masih sakit,” katanya.
Diperiksa Sebagai Tersangka Senin, 26 September
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengirimkan surat penggilan kedua kepada Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan gratifikasi.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyampaikan, pemeriksaan terhadap tersangka dijadwalkan pada Senin, 26 September 2022, dan bakal dilaksanakan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“Informasi yang kami peroleh, benar surat panggilan sebagai tersangka sudah dikirimkan tim penyidik KPK. Pemeriksaan dijadwalkan Senin, 26 September 2022, di Gedung Merah Putih,” katanya kepada wartawan, Kamis, 22 September 2022.
Dijelaskan Ali Fikri, sebelum ditetapkan tersangka, Lukas Enembe sudah dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi. Namun dalam pemanggilan pada Senin, 12 September 2022 lalu, yang bersangkutan tidak dapat hadir dengan alasan sakit. KPK kemudian menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka pada 15 September 2022.
“Ini surat panggilan kedua, sebelumnya yang bersangkutan sudah dipanggil, namun mengonfirmasi tidak dapat hadir,” ujarnya.
Kasus Lain Sedang Didalami KPK dan PPATK
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD telah memberikan penjelasan soal kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe.
“Bahwa dugaan korupsi yang dijatuhkan kepada Lukas Enembe yang kemudian jadi tersangka, bukan hanya terduga, bukan hanya gratifikasi satu miliar. Ada laporan dari PPATK tentang dugaan korupsi dan ketidakwajaran dari peyimpangan dan pengelolaan uang yang jumlahnya ratusan miliar. Ratusan miliar dalam 12 analisis PPATK,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.
Menurut penjelasan Mahfud MD, saat ini PPATK juga sudah melakukan pemblokiran rekening yang bersangkutan, dengan dana tersimpan sebesar Rp71 miliar. Kemudian ada kasus lain yang sedang didalami terkait dengan kasus ini.
“Misal ratusan miliar dana operasional pimpinan, dana pengelolaan PON, kemudian juga adanya manager pencucian uang yang dilakukan dan dimiliki Lukas Enembe,” katanya.
Sementara itu, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menambahkan, salah satu hasil analisis PPATK terkait transaksi yang bersangkutan ada di kasino judi senilai 55 juta dollar atau Rp560 miliar.
“Itu setoran tunai dilakukan dalam periode tertentu. Bahkan ada dalam periode pendek setoran tunai dalam nilai yang fantastis sebasar 5 juta dollar. Dan PPATK menemukan adanya pembelian jam tangan mewah sebesar 55.000 dolar, itu Rp550 juta. PPATK juga mendapatkan informasi bekerjsama dengan negara lain, ada aktivitas perjudian di dua negara yang berbeda, dan sudah dianalisis dan dilaporkan ke KPK,” kata Ivan.
Lukas Enembe Dijaga Simpatisan
Aksi unjuk rasa ‘Save Lukas Enembe’ digelar secara besar-besaran di Papua setelah keluar penetapan sebagai tersangka terhadap Lukas Enembe dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp1 miliar. Massa bahkan sampai saat ini masih berkumpul di sekitar rumah Lukas Enembe.
Deputi Penindakan KPK Karyoto, justru melihat bahwa unjuk rasa besar-besaran yang digelar di Papua adalah aksi massa yang diupayakan. Lukas Enembe sebagai orang yang memiliki pengaruh besar di Papua sengaja mengupayakan aksi massa ini.
“Kita melihat ini suatu demo yang diupayakan oleh pihak tersangka,” katanya.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, meminta Lukas Enembe tidak membangun narasi melalui ruang publik sebagai dasar pembuktian untuk kasus yang sedang menjeratnya. Harusnya, Lukas Enembe berani menyampaikan argumentasi kepada penyidik.
“Kami berharap tersangka kooperatif hadir, karena ini merupakan kesempatan untuk dapat menjelaskan langsung di hadapan penyidik KPK,” katanya.
Menko Polhukam Mahfud MD menambahkan, bahwa tidak ada rekayasa politik dalam penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka korupsi. Penetapan status terhadap Lukas Enembe adalah penegakan hukum dan sesuai dengan aspirasi tokoh-tokoh dan rakyat Papua.
Ditegaskan Mahfud, masalahnya saat ini bukan hanya mengenai gratifikasi Rp1 miliar saja yang akan terus dikembangkan dugaan korupsinya. Melainkan ratusan miliar sesuai dengan temua PPATK.
“Kepada saudara lukas enembe, kalau menurut saya, kalau dipanggil KPK datang saja, bila tidak terbukti, kami semua yang ada di sini menjamin, dilepas. Tetapi kalau cukup bukti harus bertanggungjawab, karena kita sudah bersepakat membangun Papua yang bersih dan damai, sebagai bagian program pembangunan NKRI,” katanya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"