KONTEKS.CO.ID – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PATK) telah membekukan sejumlah rekening milik Gubernur Papua Lukas Enembe, tersangka korupsi dugaan gratifikasi.
Dalam analisis yang dilakukan PPTAK, ada jumlah yang fantastis dari transaksi kepada 11 penyedia jasa keuangan, asuransi dan bank. Semua dipastikan terkait dengan Lukas Enembe, dengan jumlahnya mencapai Rp71 miliar.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menambahkan, salah satu hasil analisis PPATK terkait transaksi fantastis yang bersangkutan adalah transaksi ke kasino judi senilai 55 juta dollar atau Rp560 miliar.
Setoran tunai dilakukan dalam periode tertentu. Bahkan ada dalam periode pendek setoran tunai dalam nilai yang juga fantastis, yang nilainya sebasar 5 juta dollar. Dan PPATK menemukan adanya pembelian jam tangan mewah sebesar 55.000 dolar, atau sebesar Rp550 juta.
“PPATK juga mendapatkan informasi bekerjsama dengan negara lain, ada aktivitas perjudian di dua negara yang berbeda, dan sudah dianalisis dan dilaporkan ke KPK,” kata Ivan.
Dari hasil analisis PPATK dari kegiatan transaksi melalui 11 penyedia jasa keuangan, asuransi dan bank, ada juga transaksi yang dilakukan dari anak Gubernur Papua Lukas Enembe.
“Ada juga transaksi yang dilakukan dari anak yang bersangkutan atau putra bersangkutan,” katanya.
KPK Pastikan Bukan Rekayasa Politik
Terkait dengan kasus korupsi dugaan gratifikasi ini, Komisi Pemberantasan Korupsi meminta kepada Gubernur Papua Lukas Enembe untuk kooperatif.
KPK menjamin tidak ada kriminalisasi dalam kasus ini. Apalagi adanya rekayasa politik yang sengaja untuk melengserkan yang bersangkutan.
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengimbau agar Lukas Enembe memenuhi panggilan pemeriksaan. Padahal untuk mempermudah tersangka, pemeriksaan akan dilkukan di Mako Brimob Papua.
“Pemeriksaan bisa Papua untuk memudahkan yang bersangkutan memenuhi panggilan,” kata Ali Fikri.
KPK berencana menjadwal ulang pemeriksaan terhadap Lukas. Sebab, KPK sangat butuh keterangan Lukas dan akan memberikan hak-hak yang bersangkutan. Apakah tersangka akan membantah atau mengklarifikasi di hadapan penyidik.
“Tidak ada kriminalisasi dan rekayasa politik. Berharap koperatif memenihi panggipan penyidik, akan dapat hak sesuai dengan ketentuan,” katanya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"