KONTEKS.CO.ID – Fadhla Junus, mahasiswi PhD jurusan engineering education di Universitas Purdue Amerika Serikat (AS), yang merupakan penerima beasiswa 5000 Doktor Luar Negeri Kementerian Agama tak menyangka studinya akan tersendat akibat kelambanan birokrasi pasca kolaborasi beasiswa antara Kemenag dengan LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan-Kementerian Keuangan).
Cita cita mengabdi pada negara usai masa belajar berakhir mengalami hambatan ketika tunjangan hidup beasiswa sebesar sedikitnya $1.500 tak kunjung diterima sejak Agustus.
Tak hanya di AS, sebelumnya berbagai laporan menyebutkan lebih dari 80 mahasiswa Indonesia di Australia mengadukan nasib mereka ke kantor perwakilan pemerintah di negara itu. Mereka mengeluh karena tidak kunjung menerima tunjangan hidup. Sebagian bahkan tak terima sampai sembilan bulan sejak awal tahun, sebagaimana dilaporkan VOA Indonesia.
Bahkan ada penerima beasiswa yang terpaksa jadi petugas kebersihan dan ada juga yang tidur di garasi untuk menekan biaya hidup.
Fadhla merasa ditelantarkan oleh negara. Ia merasa studinya menjadi terganggu karena harus membiayai kebutuhan hidup. Suaminya bekerja lembur menyetok barang di supermarket dari malam hingga pagi hari, sementara ia bekerja paruh waktu sebagai asisten pengajar di kampus. Waktu dan energinya menjadi terkuras saat belajar.
Sebagaimana kebiasaan birokrasi Indonesia, setelah berita tersebut sampai ke media, seminggu kemudian sebagian beasiswa cair. Awal November bahwa pencairan dilakukan secara bertahap dan sebanyak 136 orang sudah menerima pembayaran. Sebagian lagi masih harus menyambung hidup sembari belajar dengan sisa waktu dan energi yang dimiliki.
Kepala Divisi Pelayanan LPDP Gendro Hartono mengatakan kepada VOA, “Kalau beberapa masih ada yang belum terima, itu berarti masih dalam proses.” Ia tak menyebut berapa banyak mahasiswa yang masih diproses.
Dalam laman resmi Kemenag pada 3 November 2022, Dirjen Pendidikan Islam M Ali Ramdhan menyebut saat ini ada perubahan sumber anggaran yang semula dibiayai APBN (Kemenag) sekarang dibiayai LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan-Kementerian Keuangan). Sistem pencairan anggaran juga berubah menggunakan sistem LPDP, mulai item persyaratan pencairan maupun mekanismenya.
Kerjasama dua lembaga negara ini justru malah menjadikan urusan birokrasi mandek. Dan pelajar Indonesia yang menimba ilmu menjadi korbannya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"