KONTEKS.CO.ID – Kelompok profesional alumni Universitas Jember (UNEJ) yang menamakan dirinya ’Forum Alumni UNEJ untuk Perubahan’ menyampaikan penyataan sikap atas kondisi demokrasi saat ini.
Puluhan alumni kampus tersebut berkumpul di Bellevue Art Space, Cinere, Depok, Jawa Barat, untuk menyampaikan seruan moral.
Mereka mendesak para penyelenggara yang tidak netral segera melakukan pertobatan moral dan kembali menghayati dan memanifestasikan nilai-nilai keadilan dalam Pancasila.
”Kondisi bangsa kita saat ini sedang pada momen memprihatinkan. Para elit politik tak mengindahkan etika bernegara,” ujar Bambang Asrini, Koordinator Acara yang sehari-hari bekerja sebagai kurator seni rupa dalam keterangan resmi pada Senin, 5 Februari 2024.
Menurut Bambang, terdapat potensi pelanggaran konsitusi yang serius dengan fenomena keberpihakan penyelenggara negara dalam proses pemilu. Hal ini menciderai harapan publik agar kontestasi demokrasi dapat berlangsung secara jujur dan adil.
Selain itu, sikap tidak netral ini merupakan pengabaian atas hak asasi manusia dan kesejahteraan umum yang diamanatkan UUD 1945 serta pengingkaran atas etika sebagai pedoman kepantasan bertindak.
”Dengan mengandalkan hati nurani dan kewarasan berpikir dan bersikap, kami menyerukan sebuah gerakan pemurnian nasional sekaligus pertobatan penyelenggara negara,” katanya.
Pernyataan sikap alumni UNEJ itu diikuti dengan bedah buku ’Bergerak dengan Kewajaran’ karya mantan aktivis anti korupsi yang pernah menjabat Menteri ESDM, Sudirman Said.
Bedah buku itu menghadirkan pembicara Arifi Saiman yang merupakan diplomat dan mantan Konjen RI di New York, dosen Administrasi Publik, Universitas Indonesia Satrio Budi Adi, Bambang Asrini, dengan moderator Ratna Mulya Madurani yang merupakan praktisi hukum.
Arifi Saiman dalam paparannya menyatakan bahwa isi buku tersebut relevan untuk didiskusikan dalam situasi kebangsaan saat ini.
Dalam buku tersebut, Sudirman Said mengagas sebuah ekosistem integritas dan masyarakat yang hidup dalam lingkungan tersebut akan merasa malu hati apabila melakukan tindakan-tindakan yang tidak wajar atau melanggar etika.
”Sudirman Said mengingatkan agar para pemimpin memahami batas-batas kekuasaan sehingga tidak terperangkap pada tiga jebakan, yaitu jebakan popularitas yang membuat lupa diri, jebakan korupsi karena kebutuhan membiayai ongkos politik, serta jebakan penyalahgunaan kekuasaan,” kata Arifi Saiman.
Dosen UI Satrio Budi Adi, yang turut menjadi pembicara diskusi tersebut, mengatakan bahwa buku Sudirman Said mengingatkan kembali publik bahwa rasa cinta tertinggi para penyelenggara negara seharusnya diberikan kepada lembaga atau nation state, bukan pada pemerintahan yang sifatnya hanya sementara.
Kecintaan pada negara itulah yang membuat para pejabat publik atau penyelenggara negara tidak takut bersuara dan berbeda pendapat.
“Perbedaan pendapat merupakan tanda adanya ide atau gagasan yang sedang bergulir dan karena itu, kekuasaan semestinya tidak anti kritik,” jujar Satrio.
Sudirman Said yang menyempatkan diri hadir dalam acara tersebut menyitir kembali perkataan Proklamator RI Mohammad Hatta dalam sebuah acara dies natalis (hari ulang tahun) Universitas Indonesia, mengenai tugas kalangan terdidik.
Bung Hatta, kata Sudirman, menggarisbawahi bahwa tugas intelejensia adalah memberikan keteladanan dan kepemimpinan dalam masyarakat.
Jika mereka diam saja saat melihat ketidakadilan atau ketidakwajaran, maka mereka sesungguhnya telah berkhianat pada aspek keberadaannya.
”Hari-hati ini kita mendapatkan gairah baru dalam kehidupan berbangsa. Para guru besar, dosen, mahasiswa dan alumni perguruan tinggi, mulai dari UGM, UI, UNPAD, UNEJ dan lain-lain menyatakan keprihatinan terhadap perkembangan yang dianggap tidak wajar,” ujarnya.
Menurut Sudirman, hal itu menandakan bahwa Indonesia masih memiliki masyarakat akademik yang sehat, yang berani bersikap dan mengoreksi ketika terjadi penyimpangan dalam pengelolaan negara.
”Keberanian itu menyelamatkan bangsa kita dan menjadi energi segar bagi kekuatan moral yang mendambakan perubahan menuju situasi yang lebih baik,” katanya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"