KONTEKS.CO.ID – Kasus bunuh diri di Indonesia meningkat. Ini menandakan pentingnya kesadaran akan isu kesehatan mental di Tanah Air oleh banyak kalangan.
Data Kementerian Kesehatan pada 2018 menyebutkan, 1 dari 16 orang berusia 15 tahun ke atas terdiagnosa mengalami depresi.
Jika kondisi ini terus menerus dibiarkan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan masalah kesehatan mental yang jauh lebih berbahaya dalam skala besar. Sayangnya, kesadaran tersebut masih perlu didorong untuk memberi pemahaman bahwa setiap orang berhak mendapatkan penanganan psikologis.
“Dalam undang-undang kita yang baru, UU No 17 Tahun 2023 itu sudah termaknai bahwa kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan,” kata Lucia dari Kementerian Kesehatan saat Launching Course bertajuk “Literasi Kesehatan Mental & Pertolongan Pertama Psikologis, dan Ketahanan Keluarga”, mengutip laman UGM, Jumat 13 Oktober 2023.
Dia menegaskan, upaya mencapai kesehatan jiwa yang optimal harus terlakukan secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Baik oleh pemerintah, pemda, maupun masyarakat.
“Kita akan menghadapi bonus demografi tahun 2035, dan 70% total penduduk itu merupakan penduduk bekerja. Tentunya, harapan masyarakat di sini adalah masyarakat yang produktif. Di mana salah satu upaya untuk produktif adalah dengan menjaga kesehatan jiwa,” ucap Lucia.
Kasus Bunuh Diri di Indonesia: Anak Depres
Ironisnya, kelainan mental menempati urutan tujuh ke atas pada anak-anak, remaja, dan usia produktif sebagai beban kesehatan.
Bahkan, beber dia, kasus bunuh diri terlaporkan sebanyak 826 kasus pada 2022. Jumlah ini meningkat ketimbang tahun sebelumnya.
“Prevelensi gangguan jiwa berat, dalam hal ini adalah skizofrenia mencapai 0,18% yaitu sekitar 495.000 orang. Nah dari data tadi ya ada masalah lain, yaitu semakin tingginya kesenjangan pengobatan. WHO sendiri mengatakan pada negara-negara berpendapatan kecil menengah itu 75% penduduk tidak mendapat terapi,” kata Lucia lagi.
Di Indonesia itu, sebut dia, penderita skizofrenia sebanyak 51% tidak rutin berobat. Padahal skizofrenia ini penyakit kronis yang pengobatannya jangka panjang.
Saat ini, upaya untuk mendukung kesadaran akan kesehatan mental mulai mengutamakan secara preventif dan promotif.
Pasangan yang berniat memiliki keturunan sangat teranjurkan untuk terlebih dahulu melakukan konseling, baik untuk kesehatan mental sendiri, atau untuk memberi pemahaman pentingnya kesehatan mental pada anak.
Menurut Ketua CPMH UGM, Diana Setyawati, kondisi gangguan mental akan sangat bergantung pada kerentanan masing-masing individu.
“Kalau tekanan yang sama terberikan pada dua orang berbeda, mungkin satu akan mengalami depresi, namun satunya bisa jadi tidak. Ini bergantung pada seberapa rentan seseorang ketika mendapat tekanan,” katanya.
Kerentanan salah satunya dapat terbentuk oleh masa dalam kandungan atau prenatal, dan pengalaman hidup lima tahun pertama. Hal ini mengindikasikan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam memberikan pembinaan kesehatan mental sejak dini.
“Kita lihat di sini keluarga memiliki peran yang besar ya. Jadi berbagai penelitian itu menyebutkan, kunci keluarga yang tanggung jawab itu adalah keluarga yang memiliki komitmen, bisa menghabiskan waktu bersama, keluarga yang komunikasinya tidak hanya positif, tapi juga apresiatif. Anak-anak, anggota keluarga yang tumbuh dalam keluarga ini akan tumbuh dengan kesejahteraan spiritual yang baik,” pungkas Diana. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"