Pada kepulangan pertamanya itu, Tan terkejut saat mendengar seseorang yang mengaku sebagai Tan Malaka berpidato mendukung tentara fasis Jepang.
Orang ini ternyata aktor binaan tentara Nippon untuk propaganda. Jepang memakai sosok Tan Malaka yang melegenda demi menggaet dukungan rakyat.
Memancing Kekesalan Soekarno
Ada lagi cerita tentang Tan Malaka yang jago menyamar. Pada September 1944 Soekarno dan Hatta datang menemui para romusha di tambang batu bara di Bayah, Banten. Keduanya tidak mengetahui bahwa Tan Malaka ada di antara para romusha dan menyamar sebagai kerani (pencatat administrasi).
Di depan para romusha, Soekarno berpidato bahwa Indonesia bersama Jepang akan mengalahkan Sekutu. Setelah itu Jepang akan memberikan kemerdekaan buat Indonesia. Soekarno meminta para pekerja tambang membantu berjuang dengan meningkatkan produksi batu bara.
Usai Soekarno berpidato, anggota Volksraad Sukarjo Wiryopranoto yang menjadi moderator mempersilakan hadirin untuk bertanya. Saat itu Tan sedang memilih kue dan minuman untuk para tamu.
Para penanya rupanya sering mendapat jawaban guyon yang sinis. Tan yang gerah dengan suasana penuh ejekan itu pun menyimpan talam kue dan minuman di belakang.
Saat mendapat giliran bertanya, Tan tidak setuju dengan pemikiran bahwa Jepang akan membantu kemerdekaan Indonesia. Ia lebih percaya Indonesia meraih kemerdekaannya sendiri.
Soekarno kemudian menjawab bahwa Indonesia harus menghormati jasa Jepang menyingkirkan tentara Belanda dan Sekutu. Tan membantah. Menurutnya, rakyat akan berjuang dengan semangat lebih besar membela kemerdekaan yang ada daripada yang dijanjikan Jepang.
Tan melihat Soekarno jengkel karena seorang kerani tambang batu bara berani mendebatnya.
Soekarno tidak sadar bahwa orang yang mendebatnya adalah sosok yang ia kagumi. Sosok yang menulis buku “Massa Actie”. Soekarno selalu membawa buku ini tatkala menjadi terdakwa di Landraad, Bandung pada tahun 1930.
Sama seperti Soekarno, Hatta pun tidak menyadari bahwa orang itu adalah Tan Malaka. Padahal ketika sama-sama di Belanda, Hatta pernah beberapa kali bertemu dengan Tan Malaka.
23 Nama Samaran
Tan Malaka memang jago menyamar yang luar biasa. Sepanjang hidupnya, lelaki yang menguasai delapan bahasa ini telah berkeliling dunia sepanjang 89.000 km. lebih jauh dari perjalanan revolusi Chw Guevara sekalipun.
Selama petualangannya itu, Tan memiliki 23 nama samaran. Beberapa di antaranya adalah Alicio Riviera, Hasan Ghozali, Ossorio, dan Tan Ming Sion. Nama samaran lainnya adalah On Song Lee, Tan Ho Seng, Ramli Husein, dan Ilyas Husein.
Ketika Tan kembali ke Indonesia, Achmad Subarjo adalah orang pertama yang mengenalinya. Teman baik Tan di Belanda itu adalah orang pertama yang memanggilnya kembali dengan nama aslinya.
“Ganjil benar bunyi nama itu di telinga saya sesudah semenjak lebih dari 20 tahun tak pernah lagi nama itu diucapkan kepada saya dalam pergaulan sehari-hari,” katanya dikutip dari buku “Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia 1” karya Harry A Poeze.
Harry A Poeze, seorang sejarawan Belanda yang meneliti tentang Tan Malaka selama 40 tahun, juga punya cerita menarik.
Terendus dan Ditahan
Pada 3 November 1945 keberadaan Tan Malaka di tanah air mulai terendus. Seorang perwira dinas intelijen AS melapor ke Washington bahwa Tan Malaka telah mendarat di Jawa 1,6 bulan menjelang kapitulasi Jepang. “Ia masih tetap bersembunyi, tapi sekarang ia ada di Jawa Timur,” tulis laporan itu.
Koran “Merdeka” pun mendapat informasi serupa namun kurang akurat. Pada edisi 9 November 1945 koran itu menulis artikel “Tan Malaka di Jawa”.
Koran itu menulis Tan sedang berada di Surabaya dan bersama para pemuda sedang bertempur melawan pasukan Sekutu. Sosok Tan Malaka itu berdiri di atas panggung dan berorasi. Pidatonya bahkan tersiar melalui stasiun radio lokal.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"