KONTEKS.CO.ID – Sabtu malam 20 Januari 2024, gultik Blok M terlihat mulai ramai oleh pengunjung. Bangku-bangku kecil yang berjajar di depan gentong gulai bertutupkan payung sudah mulai terisi oleh pengunjung yang ingin menikmati gultik.
Ketika Endey, pedagang Gultik ABG (Agus Budi Gultik), membuka tutup panci berisi kuah dengan daging sapi berpotongan kecil, terlihat uap panas yang mengepul. Wangi rempah-rempah dari kuah gultik pun menguar.
Dengan sigap Endey mengguyur piring yang berisi nasi dengan kuah dan daging gulai tadi. Ia pun menambahkan kecap, bawang goreng, sambal secukupnya serta kerupuk.
Di bawah remang lampu jalan, sejumlah pengunjung terlihat lahap menyantap gultik. “Enak banget gultik di Blok M. Gue jarang sih ke Blok M, cuma kalau kesini wajib banget makan ni gultik sama sate-sateannya,” ujar Aji, salah seorang pembeli.
Gultik Blok M, Harga Murah Jadi Pemikat
Gultik dan kawasan Blok M ibarat dua sisi di sekeping mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Di perempatan Jalan Bulungan inilah terdapat kuliner yang identik dengan kawasan Blok M bernama Gulai Tikungan alias Gultik.
Kuliner ini familiar bagi generasi 80 dan 90-an di Jakarta. Lokasinya ada di perempatan Jl Mahakam dan Jl Bulungan, kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Ciri khas gultik adalah rasa yang lezat dan harga murah membuat kuliner ini jadi tempat nongkrong anak muda.
Pengunjung yang ingin menikmati kuliner satu ini tidak perlu khawatir, karena gultik buka dari sore hingga subuh.
Harganya pun cukup terjangkau, satu porsi gultik harganya di kisaran Rp10-15 ribu. Selain gultik, setiap penjual juga menyediakan berbagai’topping’ seperti ati ampela, usus, telor puyuh, dan jantung yang rata-rata harganya Rp5 ribu.
“Untuk minum kita jualin punya orang,” ujar Endey saat berbincang dengan Konteks.
Pria gempal ini bercerita, biasanya puncak pengunjung gultik ada dua sesi. Pertama di sore hari menjelang Magrib dan malam hari saat seusai jam malan malam.
“Kalau sore sampai Maghrib biasanya kayak orang kerja, kalau malam hari baru anak muda nongkrong,” imbuhnya.
Oge, tukang parkir di kawasan Bulungan mengamini pernyataan Endey. “Kalau malam minggu tuh parkiran susah, kadang penuh apalagi deket plaza,” ujar Oge.
Awal Mula Gultik Blok M
Nama gultik populer karena para penjual gulai ini berjualan di empat tikungan yang ada di perempatan yang mengubungkan Jl Mahakam dan Jl Bulungan.
Saking populernya, pedagang gultik yang di era 1990-an cuma segelintir, kini jumlah mendagang sudah sangat banyak. Bahkan kini sudah muncul istilah ‘gulrus’ karena pedagang gulai sudah merambah ke jalanan lurus Mahakam dan Bulungan karena tidak kebagian berjualan di tikungan.
Para pedagang gultik yang mayoritas berasal dari Solo dan Klaten, Jawa Tengah, awalnya berjualan di Blok M sejak tahun 1980-an dan populer di era 1990-an. Bahkan beberapa pedagang merupakan generasi kedua yang meneruskan usaha orang tuanya.
“Saya buka gultik dari tahun 1982, terusan dari keluarga,” ujar Endey.
Saat gultik mulai ada di dasawarsa 1980-an, para pedagang berjualan dengan gerobak pikul dengan naungan payung. Sepanjang tikungan trotoar mereka memasang kursi dan meja-meja kecil untuk pelanggan yang ingin makan di tempat.
Sajiannya sederhana dan bertahan hingga kini: gulai sapi bercampur dengan nasi di satu piring. Porsinya kecil karena tujuannya untuk mengganjal perut agar tidak terlalu lapar. Itu sebabnya harga gultik murah meriah.
Menurut Gio, penjual di Gultik Mas Slamet, di era 90-an harga gultik hanya Rp500. Bahkan, Endey mendapat cerita bahwa saat Gultik ABG berdiri, harganya cuma Rp100 per porsi.
Namun kini, meski dibanderol murah cuma Rp10 ribu, jangan kaget kalau omset setiap penjual gultik rata-rata Rp3-5 juta saban malam. “Kalau hari biasa kita habis 300an porsi, kalau weekend hampir 500 porsi,” sebut Gio malu-malu.
Gultik ABG lebih besar lagi. Endey mengaku di hari biasa dagangannya laku sampai 500 porsi. “Kalau di akhir pekan gultik ini bisa menjual 700 porsi bahkan hingga 800 porsi,” ujarnya.
Artinya, meski hanya berjualan di pinggir jalan, omset pada penjual gultik ini mulai Rp3 juta-5 juta per malam. Bukan jumlah yang kecil untuk ukuran pedagang kecil.
Berkibar Lagi Setelah ‘Mati’ di Era Covid-19
Saat Covid-19 melanda dunia dan juga Indonesia pada tahun 2000-2022, nasib pedagang gultik ikut terkena imbasnya.
Karena pemerintah membatasi aktivitas di luar rumah, sebagian besar pedagang gultik gulung tikar bahkan sampai pulang kampung.
Endey mengaku gultik ABG tetap berjualan meski hanya dibatasi selama dua jam per hari. “Banyak petugas yang berkeliling untuk memastikan tidak ada kerumunan, saya cuma berjualan dari jam 6 sore sampai jam 8 malam,” kata Endey mengingat masa itu.
Kini, bisnis para pedagang gultik Blok M kembali menggeliat.
Bahkan terkadang gultik viral di medsos karena didatangi sejumlah selebgram, seleb tiktok, food vlogger, hingga pesohor dan politikus terkenal.
Belum lagi kunjungan dari warga luar Jakarta yang ingin mencicipi gurihnya gultik dan merasakan vibe kawasan Blok M di malam hari. Ini yang menyebabkan gultik di kawasan Blok M nggak ada matinya.
Penjual gultik lainnya, Dani, menyebut komika Indra Jegel dan seleb tiktok yang jadi kini jadi artis Elsa Japasal (Eca Aura) kerap mampir ke tempatnya.
Sedangkan Gio bercerita, Jefri Nichol, Anang, dan Ashanty beberapa kali mampir ke Gultik Mas Slamet.
Bahkan Gultik ABG milik Endey menyebut pedangdut Iis Dahlia dan pebulutangkis Anthony Ginting adalah pelanggannya.
Tidak hanya pesohor, bahkan poltikus sekelas capres dan cawapres pun mampir ke gultik. Entah karena memang doyan gultik atau sekadar pencitraan diri agar dianggap merakyat.
Pada awal November 2023 kemarin, akun Instagram capres Ganjar Pranowo memperlihatkan ia dan istrinya Atiqoh sedang makan di gultik. “Kemarin dikunjungi oleh Mas Gibran berserta timnya,” ujar Gio. (Penulis: Melani Angelina – Jurnalis Magang).***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"