KONTEKS.CO.ID –Â Dalam ajaran agama islam mungkin anda pernah mendengar istilah hadist dhaif pada saat seseorang sedang berdakwah.
Hadist sendiri, menurut ulama ushul fiqih adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW, baik itu berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang bisa menjadi dalil hukum syara.
Dari segi kualitasnya, hadits terbagi dalam tiga macam, yaitu hadits shahih, hasan, dan dhaif. Para ulama menganggap sebuah hadits shahih apabila memenuhi beberapa syarat berikut:
- Sanadnya bersambung
- Periwayatnya selalu menjauhkan diri dari perbuatan maksiat
- Dhabit (hafalannya kuat dan mampu menyampaikan hafalan kapan saja)
- Tidak bertentangan dengan hadits lain
- Terhindar dari illat (kecacatan).
Hadits hasan dengan hadits shahih hampir sama, hanya saja bedanya rawi tidak kuat hafalannya. Sementara untuk hadits dhaif secara bahasa sudah berarti hadits yang lemah.
Umat Muslim perlu mengetahui beberapa macam hadits dhaif sebagai wujud kehati-hatian dalam beribadah. Apa saja itu?
Menyadur dari halaman islam.nu.or.id, Mahmud Thahan membagi hadist dhaif berdasarkan keterputusan sanad menjadi enam macam, yaitu muallaq, mursal, mu’dhal, munqati’, mudallas, dan mursal khafi.
Muallaq
Muallaq adalah setiap hadits yang tidak disebutkan rangkaian sanadnya dari awal, baik satu orang rawi, dua rawi, maupun lebih yang tidak disebutkan. Yang terpenting, perawi hadits tidak disebutkan dari awal sanad.
Mursal
Maksudnya hadits yang tidak menyebutkan nama sahabat dalam rangkaian sanadnya. Padahal periwayatan hadits pasti melalui sahabat, karena tidak mungkin tabi’in bertemu Rasulullah langsung.
Bila ada hadits yang tidak menyebutkan sahabat dalam rangkaian sanadnya, dari tabi’in langsung lompat kepada Rasulullah, maka hadits itu bermasalah.
Mu’dhal
Hadits yang dalam rangkaian sanadnya terdapat dua perawi yang hilang secara berturut-turut. Apabila tidak berturut-urut, misalnya di awal sanadnya ada perawi yang hilang kemudian satu lagi di akhir sanad, maka ini bukan hadits mu’dhal.
Munqathi’
Hadits munqathi’ tidak mensyaratkan harus berturut-turut atau ada ketentuan jumlah perawi yang hilang. Selama ada dalam rangkaian sanad itu, maka hadits itu adalah munqathi’.
Mudallas
Ulama membagi dua macam hadits mudallas: tadlis isnad dan tadlis syuyukh.
- Tadlis Isnad
Perawi hadits meriwayatkan hadits dari gurunya, tetapi hadits yang dia sampaikan itu tidak ia dengar langsung dari gurunya tanpa menjelaskan bahwa ia mendengar hadits darinya.
- Tadlis Syuyukh
Seorang perawi meriwayatkan hadits dari gurunya, tetapi ia menyebut gurunya tersebut dengan julukan yang tidak populer, tujuannya supaya orang tidak mengenalinya.
Mursal Khafi
Perawi meriwayatkan hadits dari orang yang semasa dengannya, tetapi sebenarnya ia tidak mendengar hadits itu darinya. Melainkan ia sendiri yang meriwayatkannya dengan redaksi sima’ (seolah-olah dia mendengar langsung). ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"