KONTEKS.CO.ID – Artificial Intelligence (AI) memang kini sudah mampu menghasilkan esai dan puisi. Bahkan, bisa mengubah suara dan membuat sebuh lukisan.
Akan tetapi, mesin AI belum mampu melakukan renungan batin, menyelami pengalaman hidup, memiliki hati yang dibisa merasakan suka dan duka. Selain itu, mengembangkan visi mengenai apa yang baik dan buruk.
Ketua Umum Satupena, Denny JA, mengatakan, ramuan batin itu yang diperlukan untuk melahir tulisan yang otentik dan bermakna.
Zaman manapun tetap memerlukan para narator, yang mampu menarasikan apa yang tengah terjadi, dan dituju. Narator itu adalah para penulis.
Contohnya, Putu Wijaya sudah menulis lebih dari 30 novel, 40 naskah drama, sekitar 1000 cerpen, ratusan esai, artikel lepas, dan kritik drama. Ia memberi warna dunia kepenulisan fiksi Indonesia lebih dari 50 tahun.
Selanjutnya, ada Komaruddin Hidayat. Dia bukan hanya seorang rektor, pendidik dan guru besar. Ia sudah menulis banyak buku khusunya soal pemikiran Islam yang moderat, inklusif dan terbuka atau non-fiksi.
Mereka berdua melalui seleksi yang ketat Dewan Juri, mewakili penulis dari Aceh hingga Papua, terpilih untuk menerima Satupena Award 2023.
Ini tahun ketiga Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena memberikan penghargaan kepada penulis berdedikasi untuk kategori fiksi dan non fiksi.
Dijadwalkan, 20 Desember 2023 mendatang perkumpulan penulis Indonesia Satupena akan menyerahkan hadiah anugerah penulis berdedikasi Satupena Awards, berupa piagam dan uang tunai masing-masing 35 juta rupiah.
“Mereka berdua diusulkan oleh Dewan Juri yang terdiri dari Anwar Putra Bayu (Ketua, Sumatra), Dhenok Kristianti (Sekretaris, Jawa), Hamri Manopo (Anggota, Sulawesi), I Wayan Suyadna (Anggota, Bali), Thobroni Ambau (Anggota, Kalimantan), dan Victor Manengke (anggota, Papua) melalui sidang dewan juri baru-baru ini,” kata Denny JA dikutip Minggu, 10 Desember 2023.
Denny JA mengatakan, penentuan penerima penghargaan juga sudah melalui seleksi yang sangat ketat.
“Para Dewan Juri menerima rekomendasi dari 34 koordinator Satupena di 34 provinsi, dan dari 25 penulis senior dan intelektual, fiksi dan non- fiksi,” kata Denny JA.
Metode penjaringan atau pengusulan nama-nama selain dari koordinator Satupena provinsi, dewan juri juga melibatkan sejumlah tokoh-tokoh di antaranya penulis senior, budayawan, guru besar, dan penerima Satupena Award sebelumnya.
Putu Wijaya dan Kommaruddin Hidayat Penerima Satupena Award 2023
Ketua Dewan Juri Anugrah, Anwar Putra Bayu, mengungkapkan, para dewan juri sebelumnya banyak menerima usulan nama-nama calon dari berbagai pihak.
Ada pun tokoh-tokoh yang dilibatkan dalam proses seleksi ini ada sekitar 25 orang dari multi disiplin. Peran aktif dari para tokoh-tokoh sangat membantu para dewan juri.
“Saya merasa gembira para tokoh serius berpartisipasi, mengusulkan masing- masing dua nama penulis,” jelas Anwar.
Anwar menambahkan bahwa dari nama-nama yang diusulkan itu kemudian dilakukan verifikasi. Tentunya nama yang lolos verifikasi adalah penulis yang masuk dalam pusaran nasional. Selain sudah malang melintang di dalam dunia kepenulisan.
Anwar mengatakan, dewan juri memilih kandidat penulis yang berdedikasi. Dengan kata lain, penulis tersebut sudah diuji oleh waktu yang sangat panjang, untuk memiliki kesungguhan, keteguhan dan kesetiaan untuk terus menulis.
Karya yang mereka hasilkan menjadi pertimbangan utama. Dewan Juri memilih tiga nominasi penulis fiksi dan tiga penulis non-fiksi.
Selanjutnya, para pengurus Satupena Pusat memutuskan dan menetapkan dua penulis penerima anugerah fiksi dan non fiksi, dari enam penulis hasil seleksi final.
Dewan Juri mengusulkan Putu Wijaya sebagai penerima anugerah. Dewan juri menilai, karya-karya dramanya, selain banyak menulis novel, puisi, cerita pendek. Putu Wijaya penulis serba lengkap.
Dia menulis cerita pendek, puisi, novel, dan drama sejak sekolah menengah pertama (SMP) sebagai debut awalnya hingga di masa lansia dia terus menulis.
Dikatakan Anwar, energi menulisnya tidak bisa ditandingi. Karya-karyanya, terutama drama selalu menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Putu juga dikenal membawa karakter fiksi yang penuh kejutan dan absurditas. Membaca karyanya, acapkali dibawa pada adegan yang tidak terduga, twist dan surprise.
Sedangkan untuk kategori non-fiksi, Komarudin Hidayat banyak diusulkan para tokoh penulis dan intelektual.
Komaruddin Hidayat seorang pendidik, rektor, guru besar, dan juga merupakan penulis yang sangat produktif.
Beberapa bukunya diterjemahkan ke berbagai bahasa asing. Sejumlah buku Komaruddin menjadi buku terlaris atau best seller.
Kualitas isi dan bahasa yang di gunakan mudah dipahami oleh lapisan masyarakat. Yang istimewa, di samping kualitas akademik, tulisannya terjaga, Komaruddin Hidayat juga memiliki kemampuan menulis non-fiksi yang menyentuh hati.
Gagasannya soal perlunya sikap beragama yang moderat, Islam yang humanis, dunia sosial yang kaya dengan dimensi spiritual mengilhami masyarakat luas.
Walau usia mereka berdua sudah melampaui 70 tahun, Putu Wijaya dan Komaruddin Hidayat tetap aktif dalam berbagai komunitas.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"