KONTEKS.CO.ID – Berbicara tentang sepatu Dr Martens tak akan bisa lepas dari kata yang sangat powerful saat ini. yaitu skena. Ya, sepatu boots ini sangat dekat dengan berbagai skena, mulai dari skinhead, punk, hard core, hingga K-Pop.
Sepatu Dr Martens atau Docmart merupakan merek sepatu yang tersohor di berbagai belahan bumi. Bahkan ada yang menyebut Docmart tak sekadar alas kaki, melainkan bagian dari revolusi industri sepatu. Satu lagi, Docmart menjadi identitas subkultur pada zamannya.
Di luar populernya Docmart, banyak orang yang mengira sepatu ini berasal dari Inggris. Penyebabnya, banyak kaum skinhead hingga grup band punk dan rock di negara tersebut yang hobi memakai Docmart.
Padahal sepatu boots ini tercipta dari khayalan seorang dokter tentara Jerman di era Perang Dunia II, Dr Klaus Martens, pada medio 1945.
Fakta lainnya, di awal kemunculannya sepatu ini adalah alas kaki kegemaran emak-emak. Lho, bagaimana bisa sepatu yang digemari oleh emak-emak ini menjadi sepatu yang sangat populer di berbagai skena? Begini sejarahnya.
Sepatu Dr Martens Berawal dari Kecelakaan Ski
Ceritanya, seorang dokter tentara Nazi Jerman bernama Dr Klaus Martens mengambil jatah cuti pada 1945. Dokter berusia 25 tahun ini memutuskan berlibur ke Bavaria yang berada di bagian utara pegunungan Alpen. Sialnya, saat bermain ski, Klaus Martens mengalami kecelakaan yang menyebabkan engkel kakinya cedera parah.
Sepulang dari Alpen, cedera kakinya tak kunjung membaik. Keadaan semakin memburuk saat ia menyadari bahwa sepatu tentara yang dipakai sangat tidak nyaman karena terlalu keras dan kaku. Sepatu seperti ini tentu saja menghambat pemulihan kakinya.
Dari situ Klaus menyadari bahwa ia membutuhkan sepatu yang lebih empuk dan lembut. Sayangnya sepatu dengan spek yang ia inginkan tidak tersedia di pasaran.
Dari sinilah ide membuat sepatu boots yang empuk dan lembut muncul. Klaus tak sekadar berkhayal. Kebetulan ia memang punya skill untuk membuat sepatu. Sebab saat remaja Klaus pernah bekerja part time pada seorang tukang sepatu di daerahnya.
Berbekal pengetahuan tentang sepatu, Klaus pun memodifikasi sepatu tentaranya. Ia mengambil bahan kulit lembut dan ban mobil bekas untuk sol sepatu. Klaus pun berhasil membuat sepatu yang ia inginkan.
Keberhasilan kecil ini membuat si dokter muda mulai berpikir untuk menjualnya. Klaus melihat ada peluang sepatu bikinannya ini bakal laris.
Setelah Perang Dunia II berakhir, ia langsung mencoba mewujudkan keinginannya. Berbekal kulit lembut hasil jarahan dari kios milik tukang sepatu, Klaus mulai membuat sepatu. Sayangnya rencana ini tidak berjalan dengan baik sebab sepatu buatannya tidak begitu laku.
Tak putus asa, beberapa waktu kemudian Klaus menelurkan ide brilian. Ia ingin membuat sepatu dengan sol yang berisi udara di dalamnya agar sepatu semakin empuk. Masalahnya satu, Klaus tidak memiliki keahlian untuk mengaplikasikan ide tersebut.
Duet Dokter Jerman di Bisnis Sepatu
Pada 1947 Klaus mendengar kabar bahwa teman kuliahnya, Dr Herbert Funck, pindah dari Luxemburg. Herbert yang mempunyai keahlian dalam bidang kimia itu pindah ke Munich, Jerman, tempat Klaus tinggal.
Klaus pun bergegas menemui Herbert sembari menunjukkan ide dan konsep sepatu impiannya. Ia berharap temannya itu bisa membantunya untuk mewujudkan sepatunya.
Ternyata Herbert bukan cuma tertarik dengan konsep sepatu impian Klaus, melainkan bersedia bergabung dan membangun bisnis sepatu bersama-sama.
Singkat cerita mereka berdua berhasil membuat sepatu yang diinginkan dan mulai memproduksi secara masal. Rumah produksi pertamanya adalah gubuk kecil di pinggir danau gambut milik Herbert Funck.
Konsumen pertama mereka adalah seorang tentara Jerman yang mengalami cedera. Sedangkan konsumen kedua mereka adalah seorang ibu rumah tangga. Mungkin karena faktor the power of emak-emak dalam menyampaikan informasi terpercaya, sepatu bikinan Dr Martens menjadi hype di kalangan perempuan paruh baya Munich.
Berkat emak-emak inilah pada 1952 Dr Martens akhirnya berhasil membuat pabrik pertamanya di Munich, Jerman. Kesuksesan Dr Martens terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Bisa dibilang saat itu mereka sudah berhasil menguasai pasar Jerman.
Target mereka selanjutnya adalah pasar global. Demi mengenalkan sepatu produksinya, kedua dokter ini memutuskan untuk mengiklankan brand dengan sol berisi udara ini di majalah luar negeri.
Docmart Dibeli Perusahaan Inggris
Ternyata cara ini efektif. Pada 1959, perusahaan asal Inggris yang bergerak di bidang pembuatan sepatu yaitu R Griggs & Co melihat iklan mereka di majalah. Perusahaan Inggris itu tertarik dengan penemuan sol sepatu berisi udara.
Satu tahun setelah itu, yaitu tahun 1960, R Griggs & Co membeli merek Dr Martens dan membawanya ke daratan Inggris. Dari sinilah sejarah Dr Martens (Docmart) made in England dimulai.
Di tahun itu juga sepatu Docmart buatan Inggris pertama dirilis. Sepatu ini muncul dengan desain fresh dan sangat menyolok. Desainnya sangat berbeda dengan pendahulunya.
Setidaknya ada dua perbedaan paling signifikan. Pertama pada benang jahitan berwarna kuning yang sangat khas dan masih ada hingga saat ini. Perbedaan kedua adalah pada branding airwair yang diikuti dengan slogan “with bouncing soul“.
Seri pertama sepatu ini diberi nama “Dr Martens 1460”. Angka 1460 diambil dari tanggal perilisan sepatu ini yaitu 1 April 1960. Sepatu ini menjadi ikon sepatu Docmart yang sangat populer hingga saat ini.
Setahun setelahnya, mereka merilis model terbaru berdesain low cut dengan tiga lubang tali dan diberi nama “Dr Martens 1461”. Sama dengan ‘kakaknya’, angka 1461 berasal dari tanggal perilisan yaitu 1 April 1961.
Di awal kemunculannya, Docmart langsung menjadi sepatu andalan para kelas pekerja di Inggris. Kualitasnya yang baik dan harga yang sangat murah yaitu 2 Poundsterling menjadi daya tarik utama.
Docmart, Favorit Subkultur Amntikemapanan
Dari para working class, sepatu Docmart pun merambah ke dunia subkultur. Anak skena di masa itu memakai sepatu Docmart di berbagai kegiatan subkultur yang populer di era 1960-an seperti Skinhead dan Mods. Para Skinhead menyukai boots Docmart yang berwarna hitam. Sementara para pegiat Mods lebih suka mengenakan Docmart berwarna marun.
Pada akhir 1960-an gitaris nyentrik The Who yaitu Pete Townshend terlihat memakai sepasang boots dari Docmart. Townshend adalah gitaris yang unik karena sering menghancurkan gitarnya di akhir pertunjukan. Untuk melindungi kakinya dari aksi liar itu ia memakai boots Docmart.
Gaya nyentrik Townshend tentu saja banyak perhatian. Saat para fans melihatnya memakai Docmart, mereka pun mengikutinya.
Sejumlah subkultur antikemapanan seperti komunitas punk dan two tone (ska) di era 1970-an pun mengadopsi Docmart sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Perlahan tapi pasti Docmart menjadi identitas yang tak terpisahkan dari subkultur antikemapanan.
Selain itu, di era ini para pentolan band besar seperti Sid Vicious dari Sex Pistols dan Joe Strummer dari The Clash mulai ikut memakai Docmart.
Memasuki era 1980-an, Docmart mulai masuk ke pasar Amerika Serikat (AS). Para pegiat skena hard core punk bagian pantai barat AS memakai Docmart di keseharian mereka.
Saat itu Docmart belum resmi masuk ke pasar negara tersebut. Para pegiat skena ini mendapatkan Docmart saat mereka menjalankan tur musik ke daratan Inggris. Mereka membeli Docmart sebagai oleh-oleh. Inilah awal mula popularitas Docmart menyebar di AS.
Di masa ini pula kepopuleran Docmart mulai terbentuk di kalangan remaja perempuan. Para gadis AS mulai membeli Docmart dan memodifikasi sesuai dengan seleranya.
Docmart Tak Lagi Identik Antikemapanan
Tahun 1990-an adalah puncak dari kepopuleran Docmart. Semua kalangan memakainya sehingga brand ini sudah tidak lagi menjadi sepatu yang identik dengan antikemapanan. Mulai dari remaja, orang tua, penikmat grunge hingga brit pop memakai Docmart. Bahkan di akhir 1990-an Docmart menjadi sponsor salah satu klub bola Liga Inggris yaitu West Ham United.
Tetapi di sisi lain, mendunianya Docmart membuat merek ini menjadi tidak spesial lagi. Docmart tidak lagi memiliki core value yang menjadi ‘nyawa’ dari brand sepatu ini. Penjualan sepatu Docmart pun anjlok dan puncaknya pada 2003 mereka nyaris bangkrut.
Keadaan ini memaksa para eksekutif untuk menghentikan produksi. Mereka juga menutup lima pabrik Docmart di Inggris, dua toko, dan mem-PHK 100 pekerjanya. Hanya tersisa 20 pegawai di kantor pusat. Sebagai solusi untuk menyelamatkan brand ini, mereka memindahkan produksinya ke negara Asia demi menghemat biaya produksi.
Namun ini bukan akhir bagi Docmart. Para eksekutifnya intensif mengadakan pertemuan dan mengevalusi kesalahan di masa lampau demi membalikkan keadaan. Halsinya, para eksekutif sepakat untuk memperbarui desain sepatu agar lebih kekinian.
Kembali Bangkit, Kolaborasi dengan BTS
Mereka lantas meng-hire para fashion designer profesional dan fokus ke pasar anak muda. Perlahan Docmart kembali bangkit.
Pada 2007 Docmart mengaktifkan lagi pabrik aslinya yang terletak di Northampton, Inggris dan mulai membuat “Dr Martens made in England” dengan metode-metode klasik.
Di akhir 2000-an hingga awal 2010-an Docmart bertumbuh pesat. Mereka membuka 14 store di seluruh Inggris, AS, dan Hong Kong. Merek ini menjadi salah satu perusahaan Inggris dengan pertumbuhan tercepat di dunia pada 2012.
Satu tahun kemudian, sebuah perusahaan investasi global bernama Permira mengakuisisi Docmart. Permira merupakan lini bisnis dari perusahaan pengelolaan aset terkemuka yaitu Schroder.
Saat ini Docmart memiliki beragam model mulai dari Docmart klasik 1460 dan 1461 hingga model baru seperti Jadon boots. Docmart juga merilis produk-produk vegan buat mereka yang menerapkan gaya hidup vegan.
Malah pada Maret 2023 lalu, Docmart merilis boots spesial yang berkolaborasi dengan salah satu boyband Korea paling terkenal saat ini, BTS.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"