KONTEKS.CO.ID – Erwin Rommel, atau lengkapnya Erwin Johannes Eugen Rommel, lahir di Heidenheim am der Brenz, Württemberg, Kekaisaran Jerman, pada 15 November 1891.
Erwin Rommel menjadi salah seorang jenderal Field Marshall Jerman paling populer di dalam negeri. Ia pun mendapatkan rasa hormat dari musuh-musuhnya dengan kemenangan spektakulernya sebagai Komandan Korps Afrika dalam Perang Dunia II.
Tapi akhir hidupnya berujung tragis, alih-alih gugur di medan perang, tempat di mana ia meraih kemasyhuran.
Erwin Rommel Ikut Tren Jadi Perwira
Ayah Rommel adalah seorang guru, sama seperti kakeknya. Sedangkan ibu Rommel adalah putri seorang pejabat senior.
Saat itu di kalangan anak muda Jerman muncul tren sebagai perwira militer. Tren ini juga melanda kelas menengah Jerman, terutama setelah berdirinya Kekaisaran Jerman pada 1871.
Oleh karena itu, meskipun keluarganya tidak punya tradisi militer, Erwin Rommel pada 1910 bergabung dengan Resimen Infantri Württemberg ke-124 sebagai perwira kadet.
Dalam Perang Dunia I, Rommel bertempur sebagai letnan di Prancis, Romania, dan Italia. Rommel adalah perwira yang sangat dihormati dalam Perang Dunia I. Ia bahkan menerima penghargaan Pour le Mérite atas tindakan heroiknya di front Italia.
Rommel punya pemahaman mendalam terhadap anak buah, keberanian, dan bakat alami kepemimpinan. Kombinasi tiga aspek ini membuat banyak yang memerkirakan karier militernya bakal kinclong.
Ketika itu, menjadi staf umum angkatan bersenjata Prusia-Jerman merupakan jalan normal untuk maju. Rommel malah sebaliknya. Ia tetap memilih sebagai perwira infanteri yang bertugas di garis depan.
Erwin Rommel, Guru Militer Andal
Selain mahir di palagan tempur, Rommel juga punya bakat luar biasa dalam mengajar. Itu sebabnya ia pernah memegang berbagai jabatan di berbagai akademi militer.
Berbekal pengalaman bertempur dalam Perang Dunia I, Rommel punya gagasan tentang melatih prajurit muda. Semua pemikiran itu tertuang dalam buku teks militer “Infanterie Greift An” atau “Infantry Attacks” yang terbit pada 1937. Buku ini mendapat tanggapan luar biasa.
Pada 1938, setelah aneksasi Austria oleh Jerman, Kolonel Rommel menjabat komandan sekolah perwira di Wiener Neustadt, dekat Wina.
Sedangkan awal Perang Dunia II, ia menjadi komandan pasukan yang menjaga markas besar Führer. Pada saat itulah Rommel dekat secara pribadi dengan Hitler.
Kesempatan Rommel untuk membuktikan dirinya sebagai seorang komandan datang pada Februari 1940. Ketika itu ia mengambil alih komando Divisi Panzer ke-7 Nazi.
Dia belum pernah memimpin unit lapis baja sebelumnya. Namun dengan cepat ia memahami tentang berbagai kemungkinan pergerakan pasukan mekanis dan lapis baja dalam perang ofensif.
Serangannya di pantai Channel, Prancis pada Mei 1940 memberikan bukti pertama atas keberanian dan inisiatifnya.
Komandan Korps Afrika
Kurang dari setahun kemudian, pada Februari 1941, Erwin Rommel kembali menjadi komandan pasukan Jerman. Kali ini ia bertugas membantu tentara Italia yang hampir kalah di Libya.
Di gurun pasir di Afrika Utara inilah Rommel memperoleh kesuksesan terbesarnya sekaligus kekalahannya di tangan musuh yang jauh lebih unggul.
Dalam medan perang di Afrika Utara, Rommel memperoleh reputasi hebat. Ia sampai mendapat julukan “Der Wüstenfuchs, The Desert Fox atau Rubah Gurun”, dari teman maupun musuh karena serangan mendadaknya yang berani.
Saat itu Rommel meraih popularitas yang mencengangkan di dunia Arab. Ia dianggap sebagai “pembebas” Afrika dari kekuasaan Inggris.
Di dalam negeri, kementerian propaganda menggambarkannya sebagai “marsekal rakyat” (Volksmarschall) yang tak terkalahkan.
Tak lama setelah itu, Hitler yang terkesan dengan keberhasilan tersebut mempromosikan Rommel menjadi Field Marshall.
Namun Rommel mengalami kesulitan untuk menindaklanjuti keberhasilan ini. Afrika Utara, dalam pandangan Hitler, hanyalah sebuah tontonan saja.
Suatu saat pasukan Rommel mengalami kesulitan pasokan. Sebagai komandan, Rommel meminta agar markas besar untuk menarik pasukannya yang kelelahan. Tetapi pada musim panas 1942 Hitler malah memerintahkan pasukan Rommel menyerang Kairo dan Terusan Suez.
Akibatnya bisa ditebak, serangan terhadap Mesir telah membebani sumber daya pasukan Jerman secara berlebihan.
Pada akhir Oktober 1942, pasukan Rommel kalah dari Inggris dalam Pertempuran El-Alamein II, sekitar 100 km dari Alexandria. Pasukan Rommel bahkan harus mundur hingga ke jembatan Jerman di Tunisia.
Pada Maret 1943, Hitler memerintahkan Rommel ‘pulang kampung’ dengan tujuan yang lebih penting.
Ketidaksepakatan Taktik yang Menghancurkan Jerman
Pada 1944, Hitler kembali memercayakan Rommel untuk mempertahankan pantai Channel, Prancis dari kemungkinan invasi Sekutu.
Berdasarkan pengalamannya di Afrika Utara, dengan keunggulan kekuatan udara Sekutu, Rommel yakin satu-satunya keberhasilan pertahanan pantai adalah mencegah musuh mencapai jembatan dengan segala cara.
Untuk melakukan hal ini, Erwin Rommel dengan berani menempatkan pasukan cadangan tepat di belakang pertahanan pantai untuk melakukan serangan balik.
Namun atasannya, terutama Jenderal Gerd von Rundstedt, menolak permintaan tersebut. Rundstedt bersikeras untuk menempatkan pasukan cadangan jauh di belakang garis pertahanan. Tujuannya untuk memaksimalkan potensi jangkauan pergerakan pasukan setelah mengetahui lokasi invasi.
Ketidaksepakatan ini melemahkan efektivitas pertahanan Jerman. Ini terlihat dalam D-Day invasi pasukan Sekutu yang sukses besar di sepanjang pantai Normandia pada 6 Juni 1944. Jerman pun kalah total.
Bergabung dengan Oposisi Hitler
Pada 1944, Rommel semakin meragukan prospek akhir Jerman dalam perang tersebut. Ia juga ragu akan kemampuan Hitler menghadapi kenyataan dan ‘berdamai’ dengan kekuatan Barat.
Pada musim semi 1944, beberapa teman Rommel yang bergabung dengan oposisi bawah tanah terhadap Hitler mendekatinya. Mereka menyarankan agar Rommel mengambil alih jabatan kepala negara jika Hitler terguling.
Rommel tidak menolak saran tersebut. Namun mereka yang ingin melepaskan Jerman dari perang ini tidak pernah mengungkapkan kepada Rommel bahwa mereka berencana membunuh Hitler.
Mereka tahu bahwa Rommel tidak menerima gagasan pembunuhan untuk tujuan politik. Ia selalu mengabaikan perintah apapun dari Hitler kepadanya terkait eksekusi.
Ketika invasi Sekutu berlangsung, Rommel beberapa kali mencoba menunjukkan kepada Hitler bahwa Jerman telah kalah perang. Hanya ada satu opsi, Hitler harus ‘berdamai’ dengan kekuatan Barat.
Pada 17 Juli 1944, di puncak pertempuran invasi Sekutu, mobil Rommel diserang oleh pesawat pembom tempur Inggris. Mobil itu keluar dari jalan raya dan menabrak tiang.
Rommel pun menjalani perawatan di rumah sakit karena cedera kepala yang serius. Pada Agustus 1944 dia sudah cukup pulih untuk dapat kembali ke rumahnya untuk menjalani pemulihan.
Pembunuhan Hitler Gagal, Konspirasi Terungkap
Sementara itu, setelah kegagalan upaya pembunuhan terhadap Hitler pada 20 Juli 1944 (disebut Plot Juli), kontak Rommel dengan para konspirator mulai terungkap.
Karena status Rommel sebagai pahlawan nasional, Hitler ingin melenyapkannya secara diam-diam daripada langsung mengeksekusinya.
Hitler lalu mengirim dua jenderal, Wilhelm Burgdorf dan Ernst Maisel, untuk menemui Rommel di kediamannya.
Rommel hanya punya dua pilihan. Pertama, melakukan bunuh diri dengan jaminan reputasinya akan tetap utuh dan keluarganya tidak akan dianiaya. Pilihan kedua, menghadapi persidangan yang akan mengakibatkan aib dan eksekusi.
Rommel memilih untuk melindungi keluarganya. Ia meminum kapsul sianida dalam sebuah perjalanan mobil bersama dua jenderal Hitler dan pengawalnya pada 14 Oktober 1944.
Pemerintah rezim Hitler mengumumkan bahwa Rommel meninggal karena luka-luka akibat penembakan mobil stafnya di Normandia. Ia dimakamkan secara kenegaraan di Herlingen.
Hitler memerintahkan hari berkabung resmi untuk memperingati kematiannya.
Rommel memang mendapat pemakaman kenegaraan. Tetapi itu berlangsung di Ulm, bukan di Berlin seperti permintaan Rommel.
Hitler mengirimkan Field Marshall Rundstedt (yang tidak menyadari bahwa Rommel meninggal karena perintah Hitler) sebagai wakilnya di pemakaman.
Kemasyhuran nama Erwin Rommel terbukti selama beberapa dekade setelah perang. Pada peringatan kematiannya, para veteran front Afrika — termasuk mantan lawannya, berkumpul di makam Erwin Rommel di Herrlingen.
Pangkalan militer terbesar Angkatan Darat Jerman pun bernama Generalfeldmarschall-Rommel-Kaserne di Augustdorf. Nama itu sebagai bentuk penghormatan kepada Erwin Rommel.
Putranya, Manfred Rommel, menjadi Wali Kota Stuttgart 1974-1996 . Namanya kemudian menjadi Bandara Manfred Rommel di Stuttgart.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"