KONTEKS.CO.ID – Pemerintah Indonesia telah memperjuangkan kepentingan agar menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, dan disetujui FIFA sejak 2019. Ini merupakan kebijakan strategis negara yang dilakukan Presiden Jokowi dan para menterinya.
Tapi upaya Presiden Jokowi kandas hanya dalam beberapa hari saja. FIFA terpaksa mencoret Indonesia sebagai tuan rumah karena terjadi kegaduhan politik terkait penolakan kehadiran Timnas Israel.
Menurut Dosen Universitas Cenderawasih Papua Marinus Mesak Yaung, penolakan itu justru juga keluar dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Koster. Keduanya adalah kader Partai PDI Perjuangan.
Padahal posisi gubernur atau kepala daerah adalah bawahan Presiden yang harusnya ikut mendukung apa yang telah diperjuangkan agar Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
“Posisi seorang gubernur adalah bawahan atau kepanjangan tangan Presiden di daerah. Artinya apapun kebijakan seorang gubernur, harus sejalan dalam satu koridor kebijakan dengan Presiden,” kata Marinus Mesak dakan keterangan yang diterima konteks.co.id pada Kamis, 29 Maret 2023.
Ditegaskan oleh Marinus Mesak, para menteri dan kepala daerah adalah eksekutor lapangan dari setiap kebijakan Presiden Jokowi. Tapi yang terjadi pada Ganjar Pranowo dan Wayan Koster adalah bentuk dari kudeta sipil terhadap kepemimpinan Jokowi.
“Jika ada gubernur seperti, Ganjar Pranowo gubernur Jawa Tengah dan I Wayan Koster gubernur Bali, mengeluarkan kebijakan menolak Indonesia sebagai tuan rumah piala Dunia usia 20 tahun karena alasan keikutsertaan Israel sebagai peserta, itu sesungguhnya bentuk pembangkangan sipil atau bentuk kudeta sipil terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi,” katanya.
Dalam kegaduhan saat ini, Presiden Jokowi dalam keadaan dilema. Integritas dan kewibawaan Presiden Jokowi sebagai kepala negara yang terkenal “Keras Kepala” sehingga tidak mudah didikte dan dipengaruhi kebijakannya, sedang dipertaruhkan dalam isu penolakan kedatangan timnas Israel.
“Jika Presiden Jokowi mengakomodir tekanan kelompok – kelompok kepentingan untuk menolak keikutsertaan timnas Israel, maka sesungguhnya Presiden sudah kehilangan integritas dan legitimasi politiknya,” katanya.
“Ganjar Pranowo dan I Wayan Koster sudah tampil ke publik sebagai “Presiden – Presiden kecil” yang telah merampas kursi kekuasaan negara dari tangan Presiden Jokowi. Kudeta sipil sudah terjadi,” katanya lagi.
Terkait hal ini, Marinus Mesak juga mengingatkan bahwa kelompok – kelompok intoleransi yang mencita – citakan berdirinya pemerintahan khilafah di tahun 2024, bersamaan momentumnya dengan peringatan 100 tahun runtuhnya pemerintahan Kekhilafaan Usmaniyah di Turkey, memiliki kemampuan untuk menciptakan momen politik dan memanfaatkan momen politik untuk mengoalkan kepentingan mereka.
“Selama legitimasi politik Presiden Jokowi kuat, momentum Politik yang coba dimanfaatkan atau yang coba diciptakan kelompok – kelompok intoleransi, masih bisa dikontrol dan dikendalikan,” katanya.
“Tetapi ketika legitimasi politik Presiden Jokowi lemah, karena kudeta sipil Ganjar Pranowo dan I Wayan Koster berhasil dengan memanfaatkan isu timnas Israel, maka Pemilu 2024 berada dalam ancaman politik dan keamanan nasional yang cukup serius,” katanya lagi.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"