KONTEKS.CO.ID – Aksi jual beli rekening terungkap dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Rekening itu dipakai untuk menampung suap.
Seperti diketahui, Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46,8 miliar. Jaksa mengatakan suap dan gratifikasi itu diterima dalam bentuk uang tunai dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas.
“Yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp 45.843.485.350 (Rp 45,8 miliar),” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/6).
Jaksa mengatakan Lukas menerima uang Rp10,4 miliar dari Piton Enumbi selaku pemilik PT Melonesia Mulia. Kemudian, Lukas juga menerima Rp 35,4 miliar dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo.
Nah, sebagian duit dari Piton Enumbi untuk Lukas Enembe itu disebut jaksa dikirimkan ke rekening bank atas nama Rifky Agereno. Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Piton mengirim uang Rp 3 miliar kepada Lukas lewat rekening bank atas nama Rifky pada 27 Mei 2020.
Pada 22 Juni 2020, Piton disebut kembali mengirim uang kepada Lukas Enembe senilai Rp 2,5 miliar lewat rekening bank Rifky. Selanjutnya, kata jaksa, rekening Rifky meneruskan uang senilai Rp 3,3 miliar ke rekening Lukas.
Jual Beli Rekening
JPU pun menghadirkan pedagang sembako bernama Maizunnandhib, bartender kafe bernama Rifky Agerano, dan teknisi ATM bernama Muhammad Chusnul Khuluqi dalam sidang. Kesaksian mereka mengungkap adanya jual beli rekening yang sempat disebut jaksa digunakan untuk menampung uang dari pengusaha untuk Lukas.
Mulanya, ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan kepada saksi Rifky apakah betul ada rekening bank yang dibuat atas namanya. Saksi menjelaskan rekening bank itu dibuka atas perintah kakaknya.
“Kemudian nomor rekening itu aktif, dapat ATM-nya, buku tabungan buku rekening ada kan, saudara pegang?” tanya hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (16/7/2023).
“Saya kasih ke kakak saya, kakak saya yang pegang,” kata Rifky.
Hakim kemudian bertanya apakah Rifky mengetahui jika di rekening itu terdapat transaksi. Rifky awalnya mengaku tak mengetahui hal tersebut.
“Awalnya nggak tahu. Beberapa tahun kemudian ada ditelepon pihak bank,” kata Rifky.
“Konfirmasi pihak bank?” tanya hakim. Rifki pun menjawab iya.
Hakim lalu menanyakan berapa jumlah uang yang masuk itu. Rifky mengaku tak mengetahui jumlah pasti uang tersebut.
Jual Rekening Jadi Pekerjaan Sampingan
Hakim kemudian beralih ke saksi Maizunnandhib. Saksi Maizunnandhib mengaku memiliki profesi sampingan sebagai penjual rekening.
“Apakah saudara pernah menjual rekening?” tanya hakim.
“Iya pak,” jawab Maizunnandhib.
Hakim lalu menanyakan tujuan Maizunnandhib menjual rekening. Maizunnandhib menjawab jual beli rekening itu dilakukan berdasarkan permintaan.
“Itu pekerjaan sampingan Saudara ya?” tanya hakim.
“Iya,” jawab Maizunnandhib.
“Jadi pekerjaan sampingan saudara membuka (rekening), saudara menyuruh orang untuk membuat rekening, kemudian dijual?” tanya hakim.
“Bukan menyuruh saya, Pak. Mereka yang kadang mencari sendiri,” jelas Maizunnandhib.
“Siapa?” tanya hakim.
“Orang-orang kampung,” jawab Maizunnandhib.
“Pinjam KTP-nya?” tanya hakim.
“Fotokopi KTP-nya, bukan KTP,” jawab Maizunnandhib.
Per Rekening Rp1 Juta
Maizunnandhib mengatakan ada rekening bank atas nama orang-orang di kampungnya yang dijual ke Kamboja dengan harga Rp1 juta per rekening. Hakim pun kaget mendengar kesaksian itu.
“Jadi satu rekening Saudara dikasih berapa?” tanya hakim.
“Rp1 juta,” jawab Maizunnandhib
“Oleh siapa?” tanya hakim.
“Dari Kamboja, Pak,” balas Maizunnandhib.
“Wah Kamboja, gila jaringan internasional ini. Judi pasti judi, narkotika, dan lain-lain nih, Kamboja ya. Ada penjualan anu, sekarang Kamboja itu, organ tubuh, bahaya Saudara salah satu kayaknya ini. Salah satu itu, transaksi itu. Jadi Saudara setelah mendapat, berapa banyak yang bisa Saudara jual?” tanya hakim.
“Lima ratus (rekening),” jawab Maizunnandhib.
Majelis hakim kemudian bertanya berapa uang yang dibayarkan Maizunnandhib kepada pemilik KTP yang digunakan untuk membuat rekening itu. Saksi menjawab satu KTP diberi Rp700 ribu.
“Saudara memberikan ke orang yang punya rekening itu berapa? Saudara kan dikasih Rp 1 juta, yang punya rekening berapa?” tanya hakim.
“Rp700 ribu, Pak,” jawab Maizunnandhib.
Respons Lukas Enembe
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe menanggapi keterangan dari tiga saksi yang dihadirkan dalam sidang itu. Lukas menyebut pekerjaan yang dilakukan tiga saksi itu ilegal.
Awalnya, ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh bertanya kepada Lukas apakah akan membantah atau membenarkan keterangan para saksi.
“Terdakwa pertanyaan atau tanggapan? Saudara benarkan semua atau tolak?” tanya hakim.
Lukas tidak membenarkan atau membantah keterangan saksi. Dia hanya mengatakan pekerjaan ketiga orang itu ilegal.
“Jadi apa, yang tiga orang saksi ini kerjanya orang ilegal,” tutup Lukas.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"