KONTEKS.CO.ID - Sutradara film dokumenter Dirty Vote, Dandhy Laksono mengucapkan terima kasih atas antusias masyarakat Indonesia. Dia menyebut bahwa dalam 3 hari sebanyak 13 juta orang menonton film dokumenter tentang Pemilu 2024.
"Butuh 7 hari bagi "Sexy Killers" (2019) untuk sampai pada angka ini," tulisnya di akun X @Dandhy_Laksono.
"Terima kasih telah menonton, menyebarkan, mendiskusikan, bahkan membantu warga yang lain agar lebih mudah memahami film ini. Hormat."
Jumlah Penonton Dirty Vote 20 Juta dalam 4 Hari
Namun Zainal Arifin Mochtar menyebutkan jumlah penonton lebih besar dari perkiraan sutradara.
Menurut Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fisipol UGM itu bahwa jumlah penonton Dirty Vote saat ini mencapai angka 20 juta.
Angka ini merupakan akumulasi dari beberapa channel Youtube yang mengunggah secara langsung maupun ulang yaitu akun resmi, channel Dirty Vote, PSHK dan Indonesia Baru.
"Tercatat tadi terakhir kalau kemarin naikan di beberapa yang resmi Dirty Vote channel sama PSHK dan Indonesia Baru kalau kita jumlah 3 itu sudah 15 juta," jelas pemilik sapaan Uceng ini.
"Kalau dengan lain karena mas Refly Harun siarkan lalu beberapa lain bisa menyentuh 18 juta sampai 19 juta mungkin 20 juta kalau sama yang kecil," jelasnya pada Selasa, 13 Februari 2024.
Pemilik sapaan Uceng ini tidak menyangka apresiasi akan tinggi apalagi film ini rilis pada 11 Februari 2024.
"Kita juga kaget, ekspektasi tidak segitu," katanya.
Perdebatan Sengit
Di satu sisi Uceng mengaku terjadi perdebatan sengit usai film ini terunggah di dunia nyata atau media sosial.
Apalagi banyak akun yang memotong dan mengunggah ulang klip Dirty Vote sehingga menimbulkan perdebatan sengit di TikTok.
"Kami kalah di TikTok, Dirty Vote 'habis' di TikTok," katanya.
Hal itu menyebabkan pihaknya menerima banyak perundungan dan tuduhan muncul dalam platform tersebut.
Mulai dari film pesanan oleh pasangan calon tertentu hingga sengaja menerbitkan saat hari tenang Pemilu 2024.
"Tapi sebenarnya kalau teman pikir, artinya kami tidak punya tim, tidak ada sama sekali."
"Kalau kami punya tim atau pesanan 01 (atau) 03 tentu mereka yang akan bertarung karena banyak bilang penguasa afiliasi ke 02," ujarnya.
Dia menegaskan tim produksi terlebih dahulu memilah data yang masuk.
Uceng bersama dua narasumber lainnya Bivitri Susanti dan Feri Amsari mengurasi setiap data secara terperinci.
Dirty Vote Ibarat Bandung Bondowoso
Uceng menyebut produksi film ini ibarat cerita Bandung Bondowoso.
"Melakukannya secara sesingkat-singkatnya dengan banyaknya data yang masuk," jelasnya.
"Setelahnya berlanjut dengan proses pengambilan gambar, editing hingga akhirnya terunggah di channel Youtube."
"Kita perdebatkan substansi datanya dengan cara penyajiannya plus kuat atau tidak. Saya harus bilang itu, ada beberapa hal yang kita buang, tidak bisa naik karena buktinya enggak kuat," katanya.***