ekonomi

Jatuhnya Blockbuster, Raksasa Bisnis yang Tumbang oleh Inovasi

Senin, 9 Desember 2024 | 10:08 WIB
toko Blockbuster (foto: clipground.com)

KONTEKS.CO.ID - Jika kita lahir di tahun 90an, kemungkinan besar kita pernah mendengar tentang Blockbuster. Mengunakan logo papan biru kuning ikonik dan model bisnis unik, Blockbuster memungkinkan pelanggan untuk menyewa film dengan harga yang jauh lebih murah dari harga beli.

Di masa kejayaanya, Blockbuster adalah raksasa hiburan dengan lebih dari 9.000 toko di seluruh dunia dan mempekerjakan 84.000 orang.

Bukan hanya itu saja, perusahaan tersebut juga memiliki 65 juta pelanggan dan pernah mencapai nilai valuasi sebesar $3 Milar.

Namun satu dekade berlalu, Blockbuster sudah tidak muncul lagi. Perusahaan yang begitu besar menyatakan bangkrut dengan hutang lebih dari $900 juta pada 2010. Apa yang terjadi?

Awal Mula Blockbuster dan Model Bisnis


Berdiri pada tahun 1985 oleh David Cook, sebelum era internet, toko rental film seperti Blockbuster adalah satu-satunya cara masyarakat dapat menonton film yang keluar dari bioskop tanpa membeli kaset itu sendiri.

Pada saat itu, sebagian besar toko video hanya memiliki beberapa ratus judul saja. Namun berkat inovasinya yang memiliki sistem barcode sendiri, perusahaan tersebut mampu memiliki hingga 10.000 judul per toko.

Harga rental yang murah serta banyaknya video dengan cepat menarik pelanggan dari berbagai kelompok umur. Itulah alasan mengapa Blockbuster menjadi perusahaan raksasa hiburan kala itu.

Blockbuster memiliki model bisnis yang berpusat pada biaya sewa rendah untuk menarik pelanggan. Walaupun begitu perusahaan tersebut mengenakan biaya variabel yang tinggi, salah satunya adalah melalui denda keterlambatan.

Blockbuster mengenakan keterlambatan USD1 per hari jika pelanggan tidak mengembalikan filmnya tepat waktu. Biaya keterlambatan tersebutlah yang menjadi sumber pendapatan utama mereka serta menyumbang 16% dari pendapatan perusahaan itu.

Kemunculan Netflix dan Tumbangnya Blockbuster


Salah satu momen penting dalam kisah kejatuhan Blockbuster adalah munculnya Netflix pada tahun 1997.

Netflix awalnya memperkenalkan konsep menyewa DVD secara daring, yang kemudian berkembang menjadi layanan streaming yang kita kenal sekarang

Meskipun Netflix mengusulkan kerjasama kepada Blockbuster pada awalnya, Blockbuster menolaknya. Mereka menganggap model bisnis Netflix tidak akan berhasil. Ini adalah keputusan yang terbukti salah dan harus mereka bayar mahal.

Blockbuster terus mempertahankan model bisnis fisiknya, meskipun tren streaming mulai mendominasi industri. Mereka gagal untuk menangkap peluang digital dan terus mengandalkan keberhasilan masa lalu mereka.

Bahkan ketika mereka mencoba mengejar tren dengan meluncurkan layanan streaming mereka sendiri, langkah tersebut terlambat dan tidak berhasil menarik perhatian pelanggan yang telah beralih ke platform lain.

Pada 2010, Blockbuster mengumumkan kebangkrutan, serta meninggalkan kenangan akan era ketika pergi ke toko video adalah bagian dari rutinitas mingguan banyak orang.

Toko-toko fisiknya mulai ditutup satu per satu, hingga akhirnya semua toko fisik Blockbuster ditutup pada 2013.

Bagi perusahaan-perusahaan saat ini, kisah Blockbuster adalah peringatan yang jelas tentang bahaya menjadi terlalu nyaman dengan kesuksesan saat ini dan mengabaikan perubahan di sekitar kita.

Untuk mempertahankan posisi di pasar yang terus berubah, perusahaan harus berani untuk bereksperimen, mengambil risiko, dan terus berinovasi.***

Tags

Terkini

Stok Aman, Pemerintah Putuskan Stop Impor Beras 2026

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:45 WIB