KONTEKS.CO.ID – Resesi dan depresi ekonomi mungkin sering didengar saat kita membicarakan situasi global saat ini. Lembaga-lembaga keuangan internasional mengeluarkan proyeksi dimana ekonomi 2023 akan suram.
Resesi dan depresi ekonomi merupakan dua hal yang berbeda. Yang Eropa alami saat ini adalah resesi 2023 yang diperkirakan akan panjang. IMF pun memperingatkan bahwa sepertiga negara dunia akan mengalami krisis.Â
Secara tingkatan dari level rendah, adalah krisis, lalu resesi dan depresi ekonomi. Saat ini jarang negara mengalami depresi, karena adanya lembaga keuangan dunia dan kerjasama regional yang siap membantu. Seringkali efeknya merembet ke negara tetangga.
Pengertian Resesi dan depresi ekonomiÂ
Resesi ekonomi adalah masa penurunan atau kemunduran dalam aktivitas ekonomi yang terjadi secara umum di seluruh negara. Ini ditandai dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang negatif atau tidak ada pertumbuhan selama minimal dua kuartal berturut-turut.Â
Depresi ekonomi, di sisi lain, adalah keadaan ekonomi yang lebih parah daripada resesi, yang ditandai dengan penurunan yang lebih dalam dan lama dalam aktivitas ekonomi. Sebagaimana artikel ini dibantu oleh assistance.
Depresi ekonomi sering diukur dengan menggunakan indikator seperti tingkat pengangguran yang tinggi, penurunan produktivitas, dan penurunan tingkat konsumsi.
Baik resesi dan depresi ekonomi dapat memiliki dampak yang merugikan bagi masyarakat, termasuk peningkatan pengangguran, penurunan pendapatan dan kemungkinan kebangkrutan dunia usaha.Â
Secara umum, depresi ekonomi lebih berbahaya daripada resesi karena dampaknya yang lebih luas dan lebih lama.Â
Beberapa negara yang pernah mengalami resesi ekonomi di masa lalu termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Indonesia pernah mengalami resesi ekonomi pada tahun 1998.
Penyebabnya krisis moneter yang melanda negara-negara di Asia Tenggara pada saat itu. Yang berakibat tumbangnya rezim otoriter Soeharto yang dipicu oleh gerakan mahasiswa 1998.
Untuk mengatasi dua momok menakutkan ini, pemerintah dapat menggunakan berbagai strategi. Dan seringkali strategi ini ditentang masyarakat karena tidak populer dan dianggap menyengsarakan rakyat.
Hal yang dilakukan biasanya mengeluarkan stimulus fiskal (seperti pengurangan pajak atau peningkatan belanja pemerintah) atau menggunakan kebijakan moneter (seperti menurunkan suku bunga atau meningkatkan uang yang beredar) untuk meningkatkan aktivitas ekonomi.Â
Selain itu, pemerintah juga dapat mengambil tindakan seperti memperluas perdagangan atau meningkatkan investasi dalam infrastruktur untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Namun, tidak ada solusi tunggal yang dapat diterapkan untuk mengatasi dua masalah ini, dan kebijakan yang tepat tergantung pada kondisi spesifik suatu negara. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"