KONTEKS.CO.ID – Sengkarut persoalan di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kini jadi sorotan.
Itu setelah sejumlah oknum pegawai hingga pejabat LPEI diduga bermain proyek.
Hal itu terungkap dari kasus yang bergulir di MA saat ini. Di mana LPEI melakukan upaya kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang memenangkan PT Jasa Mulya Indonesia (PT JMI), yang tertuang dalam Putusan PT SEMARANG Nomor 109/PDT/2023/PT SMG Tanggal 17 April 2023.
Dalam putusan Pengadilan Tinggi (PT), LPEI selaku tergugat terbukti melakukan mark down harga saat dilakukan lelang aset sitaan kasus korupsi.
Sehingga PT memutuskan LPEI terbukti melakukan pelanggaran hukum dan mengabulkan gugatan PT JMI.
Dengan bergulirnya kasus-kasus LPEI dan disorot publik, beberapa waktu lalu puluhan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Pergerakan Mahasiswa dan Masyarakat Indonesia (APMMI) menggelar aksi demo di depan gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Mereka menyoroti kinerja Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), BUMN di bawah Kemenkeu, yang belakangan banyak digugat oleh debitur.
“Dalam catatan kami, ada 117 kasus yang menyeret LPEI, berdasarkan data direktori putusan MA. Terdapat debitur dari berbagai daerah seperti Semarang, Sleman, Boyolali, Surabaya, Jakarta menggugat LPEI ke pengadilan negeri,” ungkap Koordinator aksi, Daud.
Menanggapi carut marut pengelolaan LPEI, Direktur Eksekutif Center for Budget Analisis (CBA), Uchok Sky Khadafi memberikan tanggapan.
Alih-alih menyoroti gugatan perdata LPEI vs PT JMI di MA, Uchok malah meminta penegak hukum segera turun tangan mengusut praktik koruptif di LPEI.
“Harusnya segera ambil tindakan oleh aparat hukum baik KPK maupun Kejagung untuk memanggil pejabat-pejabat LPEI tersebut,” kata Uchok.
Dia menegaskan, aparat hukum seperti KPK atau Kejaksaan Agung harus segera tanganin kasus ini agar terang.
“Jangan terlalu lama masyarakat dibuat menerka-nerka,” kata Uchok kepada wartawan, mengutip Kamis 23 November 2023.
Sekedar informasi, kasus perdata antara PT JMI dengan LPEI saat ini di tahap kasasi.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Tengah membatalkan putusan sidang PN Kota Semarang, LPEI kini mengajukan kasasi ke MA.
Dalam putusan PT, lewat pertimbangannya disebutkan pelaksanaan lelang barang-barang jaminan yang telah diikat oleh LPEI (Indonesia Eximbank) melalui KPKNL Semarang telah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan lelang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016.
Akan tetapi melihat fakta yang terjadi sesuai risalah lelang Nomor 1642/2020 tanggal 17 Desember 2020 terdapat indikator nilai limit dan nilai lelang yang tidak wajar/tidak patut.
Saat dilakukan akad kredit sejumlah Rp276.000.000.000 dengan nilai jaminan yang diikat dengan Hak Tanggungan sebanyak 10 bidang hak atas tanah seluruhnya nilai limit Rp338.172.708.792. Sehingga sebanding antara pinjaman dan jaminan.
Namun setelah penjualan lelang pertama sebagaimana risalah lelang Nomor 1498/37/2020 tanggal 3 Desember 2020, nilai limit barang jaminan adalah sebesar Rp129.372.800.000.
Sedangkan menurut taksiran pihak Pembanding semula Penggugat pada tahun 2019 sebesar Rp248.813.800.000, sehingga nilai limit lelang II tanggal 3 Desember 2020 adalah tidak wajar.
Pada lelang I tanggal 3 Desember 2020 ternyata tidak ada pembeli / peserta lelang, sehingga oleh pihak Terbanding II semula Tergugat II dilakukan lelang kedua pada tanggal 17 Desember 2020 dengan nilai limit Rp85.893.500.000, ternyata ada pembeli / peserta lelang yakni Terbanding III semula Tergugat III dan Terbanding IV semula Tergugat IV dengan harga pembelian lelang keseluruhannya sebesar Rp76.319.600.000.
Dengan demikian terdapat perbedaan yang sangat jauh dengan nilai limit pada saat akad kredit dengan lelang kedua, sehingga tak wajar karena terjadi selisih nilai limit pada tahun 2019 sebesar Rp248.813.800.000,00 dengan nilai lelang tahun 2020 sebesar Rp76.319.600.000.
Sehingga Pembanding semula Penggugat sangat dirugikan sebesar Rp172.520.100.000.
Berdasarkan risalah lelang yang kedua Nomor 1642/2020 tanggal 17 Desember 2020 penjualan lelang Tergugat II dan selaku penjual adalah Terbanding I semula Tergugat Imenggunakan data penilai / penaksir yang lama yaitu Romulo, Charlie & Rekan, sehingga menimbulkan pertanyaan, mengapa lelang kedua masih menggunakan penilai publik yang lama?
Maka dengan dilakukannya lelang oleh Terbanding II sebaiknya dilakukan dasar penilai/penaksir/appraisal baru sebagai bahan/data bandingan. Hal tersebut akan berguna bagi calon peserta lelang.
Akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Terbanding I dan II semula Tergugat I dan II, sehingga harga limit lelang terhadap barang jaminan yang telah diikat Hak Tanggungan tersebut makin tidak wajar.
“Sudah menjadi hal yang wajar dan tidak perlu pembuktian bahwa nilai hak atas tanah dan bangunan dari tahun ke tahun menunjukkan trend progresif (meningkat),” petikan putusan.
Akan tetapi justru sebaliknya dalam perkara nilai lelang barang jaminan yang telah diikat dengan Hak Tanggungan milik Pembanding semula Penggugat sangat rendah dibandingkan taksiran penilaian tahun 2019 yakni nilai Rp248.813.800.000 menjadi Rp76.319.600.000, sehingga Pembanding semula Penggugat menderita rugi Rp 172.520.100.000.
Dengan demikian Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa Terbanding I dan II semula Tergugat I dan II sudah melakukan kesalahan dengan sengaja menetapkan harga penjualan lelang
yang rendah dan tidak wajar.
“Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat tersebut. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Semarang, Nomor 31/Pdt.G/2021/PN Smg., tanggal 25 Agustus 2021, yang dimohonkan banding,” bunyi putusan.
“Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian dan menyatakan Terbanding I semula Tergugat I dan Terbanding II semula Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum,” bunyi putusan tersebut.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"